Sabtu, 01 Oktober 2016

Bab IV
KEPUTUSAN

Pengertian adalah bagian dari keputusan

Keputusan adalah sesuatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antara dua hal. Juga dapat dikatakan: keputusan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu. Dengan kegiatan itu ia mempersatukan karena mengakui dan memisahkan karena memungkiri sesuatu.
Dalam definisi ini terkandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan, yaitu:
  • Perbuatan manusia
Sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya. Secara formal keputusan yang diambil merupakan perbuatan akal budinya.
  • Mengakui dan memungkiri
Inilah yang merupakan inti suatu keputusan. Setiap keputusan mengakui atau memungkiri sesuatu kesatuan antara dua hal. Dalam pemikiran manusia pertama-tama secara logis sebenarnya terdapat ‘pengakuan’ kemudian baru pemungkirannya.
  • Kesatuan antara dua hal
Hal yang satu adalah subjek, dan hal yang lain adalah predikat. Keduanya dipersatukan, dihubungkan atau dipisahkan dalam keputusan.
Subyek sama dengan predikat
subyek tidak sama dengan predkat

Sudah dikatakan bahwa kata meupakan pernyataan lahiriah dari pengertian. Keputusan juga mempunyai penampakan lahirnya. Penampakan lahirnyya adalah kalimat. Dan kalimat adalah satuan, kumpulan kata yang terkecil, yang mengandung pikiran yang lengkap. Keputusan khususnya dilahirkan dalam kalimat berita.

Maka dapatlah dikatakkan bahwa keputusan (Kalimat) adalah satuu-satunya ucapan yang ‘benar’ atau ‘tidak benar’. Artinya, keputusan (kalimat) selalu mengakui atau memungkiri kenyataan. Pengertian (kata) belum (tidak) bisa disebut mbenar atau tidak benar. Sebab, sebagai pengertian (kata) belum (tidak) menyatakan sesuatu tentang kenyataan. Baru menjadi benar atau tidak benar, apabila keputusan (kata) itu dihubungkan satu sama lain. Artinya, baru dapat menjadi benar, apabila dipersatukan atau dipisahkan satu sama lain. Karena itu keputusan (kalimat) tidak benar, apabila yang diakui atas dimungkiri itu sungguh bertentangan dengan kenyataan. Karena itu juga hanya keputusan (kalimat)lah satu-satunya ucapan yang dapat dibenarkan, dibuktikan, disangsikan, dan sebagainya.

Unsur-unsur keputusan
Sebenarnya sudah dapat disimpulkan bahwa keputusan mengandung 3 unsur, yaitu:
  • Subyek (sesuatu yang diberi keteangan);
  • Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang objek);
  • Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)
Dari ketiga unsur itu, kata penghubunglah yang terpenting. Subyek dan predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung merupakan bentuk, forma-nya. Kata ini memberikan corak atau warna yang harus ada dalam suatu keputusan.

Namun perlu dicatat:

Keputusan (kalimat) sering tidak nampak dalam susunan yang sederhana ini. Karena itu untuk mempermudah analisa logika, sering kali perlulah keputusan-keputusan (kalimat-kalimat) tersebut dijabarkan menjadi keputusan-keputusan dengan bentuk pokok subyek = predikat atau subyek =/ predikat. Menjabarkan berarti: merumuskan suatu kalimat sedemikian rupa sehingga term subjek, predikat dan kata penghubung menjadi kentara dengan jelas. Perumusan ini memudahkan orang untuk menangkap inti suatu kalimat. Misalnya: ‘Dia telah mencuri buah-buahan itu’ menjadi ‘Dia adalah orang yang mencuri buah-buahan itu’; ‘tidak semua yang makan banyak akan menjadi gemuk’ menjadi ‘beberapa orang yang makan banyak adalah orang yang akan menjadi gemuk’; ‘sedikit saja orang yang memperoleh hadia’ menjadi ‘jumlah orang yang memperoleh hadiah adalah sedikit’.
  1. Term subjek sering juga disebut sebagai subyek logis. Subyek logis itu tidak selalu sama dengan subyek kalimat menuruut tatabahasa.
  2. Untuk menemukan term predikat (predikat logis), perlulah diperhatikan apakah yang sesungguhnya hendak diberitahukan dalam suatu kalimat. Dengan kata lain, apakah pokok berita yang mau disampaikan dalam kalimat itu. Misalnya:
  • Dialah yang mencuri buah-buuahan itu
Yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P)
  • Kenikmatanlah yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P)
Yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P)
Dan akhirnya, suatu keputusan disebut negatif, apabila kata penghubungnya negatif dan tidak lain daripada itu.

Misalnya: Orang yang tidak datang akan dihukum. Kata ‘tidak’ dalam ungkapan ‘tidak datang’ tidak mempengaruhi kata penghubung. Kalimat ini adalah positif atau afirmatif dan bukan negatif.

Macam-macam keputusan

Berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkiran dapat dibedakan menjadi:

Keputusan kategoris

Dalam keputusan ini masih dapat diperinci lagi mejadi:
  • Keputusan kategoris tunggal (yang hanya memuat satu subyek (S) dan satu predikat (P) saja)
  • Keputusan kategori majemuk (yang memuat lebih dari satu subyek (S) atau predikat (P)). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti: dan.. dan; di mana. Disana dan sebagainya.
Juga termasuk ke dalam keputusan kategoris ialah susunan kata yang mmenyatakan modalitas, seperti: tentu, niscaya, mungkin, tidak niscaya, tidak mungkin, pasti, mustahil, dan sebagainya

Keputusan hipotesis
Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subjek (S) dengan suatu syarat, tidak mutlak. Keputusan ini masih dapat dibedakan lagi:
  • Keputusan (hipotesis) kondisional. Biasanya ditandai dengan: jika..., maka...
  • Keputusan (hipotesis) disyungtif, yang biasanya ditandai dengan: atau... atau... Keputusan ini masih dapat dibedakan menjadi:
  • Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang sepit (tidak ada kemungkinan yang lain lagi);
  • Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang luas (masih ada kemungkinan yang lain lagi)
  • Keputusan (hipotesis) konyungtif, yang biasanya ditandai dengan: tidak sekaligus.. dan..
  1. Untuk seementara pembicaraan dibatasi khususnya pada keputusan kategoris (tunggal) saja dulu. Keputusan itu pada gilirannya dapat dibagikan sebagai berikut:
  1. Berdasarkan materinya:
  • Keputusan analitis dan keputusan sintetis.
Keputusan analitiis adalah keputusan dimana predikat (P) menyebutkan sifat hakiki, yang pasti terdapat dalam subyek (S).
Keputusan sintetis adalah keputusan dimana predikat (P) menyebutkan sifat tidak hakiki, tidak niscaya yang terdapat pada subyek, tetapi dapat dikaitkan dengan subyek (S) itu.

  1. Berdasarkan bentuknya:
  • Keputusan positif
Keputusan dimana predikat (P) dipersatukan dengan subyek (S) oleh kata penghubung. Subyek menjadi satu atau sama dengan predikat. Seluruh isi predikat diterapkan pada subyek. Seluruh luas subyek dimasukan kedalam luas predikat.
  • Keputusan negatif
Keputusan dimana subyek dan predikat dinyatakan sebagai tidak sama. Mungkin dalam banyak hal subyek dan predikat sama. Tetapi dalam satu hal keduanya tidak sama, berlainan.

  1. Berdasarkan luasnya:
  • Keputusan universal
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri) seluruh luas subyek.
  • Keputusan partikular
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri) sebagian dari seluruh luas subyek.
  • Keputusan singular
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri) satu barang (subyek) yang ditunjukan dengan tegas.

  1. Keputusan A, E, I, O
Dilihat dari sudut bentuk dan luasnya:
  • Keputusan A:
Keputusan afirmatif (positif) dan universal (singular)
Cont: Semua mahasiswa IKIP lulus, besi itu logam.
  • Keputusan E:
Keputusan negatif dan universal (singular)
  • Keputusan I:
Keputusan amfirmatif (positif) dan partikular.
  • Keputusan O:
Keputusan negatif dan partikular.

  1. Luas Predikat
    1. Keputusan disebut universal, partikular, dan singular. Apabila luas subyeknya universal, partikular, dan singular. Di samping luas subyek, perlulah juga diperhatikan luas predikat. Ada ketentuan yang menyangkut luas predikat ini.
  1. Dalam keputusan afirmatif
Seluruh isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan dengan isi subyek itu. Seluruh lluas subyek dimasukkan dalam luas predikat
  1. Dalam keputusan negatif
Isi predikat (dalam arti: tidak semua unsurnya) tidak diterapkan pada subyek atau dipersatukan dengan subyek itu. Seluruh luas subyek tidak dimasukkan dalam luas predikat. Cont: anjing bukan ayam.

    1. Dalam hubungan ini dapatlah disajikan hukum untuk luas predikat itu
  1. Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu indiviidu, barang, atau golongan yang tertentu.
  2. Dalam keputusan afirmatif, predikat partikular (keucali kalau ternyata singular). Hal ini juga berlaku untuk keputusan afirmatif-partikular.
  3. Dalam keputusan negatif, predikat universal (kecuali kalau ternyata singular). Subyek dipisahkan dari predikat dan sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan negatif-partikular.


BAB V
PEMBALIKAN DAN PERLAWANAN
1.      Pembalikan
Membalikkan adalah mengganti subyek dan predikat, sehingga dulunya subyek, sekarang menjadi predikat, dan yang dulunya subyek, tanpa mengurangi keputusan itu. Hal ini di mungkinkan oleh kesamaan antara subyek dan predikat tetapi sering kali tidak sama . karena itu perlulah orang mengetahui hukum-hukum pembalikan itu

 Macam-macam pembalikan  yang di sebut pembalikan seluruhnya. Yang lain di sebut pembalikan sebagainya
  • Pembalikan seluruhnya
Adalah pembalikan dimana luasnya tetap sama. Pembalikan ini terjadi pada  keputusan E yang menjadi keputusan E dan keputusan I yang menjadi keputusan I
  • Pembalikan sebagian
Ialah pembalikan dari keputusan universal menjadi keputusan particular. Pembalikan ini terjadi pada keputusan A yang menjadi keputusan I dan keputusan E yang menjadi keputusan O
Hukum-hukum pembalikan.
  • Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi I.  Sebab , dalam keputusan alternatif predikat partikular  sedangkan subyek universal. Luas predikat lebih besar dari pada luas subyek
Misal: ‘semua kera adalah binatang’ hanya bisa dibalik menjadi ‘beberapa
binatang adalah kera’. 
  • Keputusan E selalu boleh dibalik.
Misal : ‘semua ayam bukan tikus’ bisa dibalik menjadi ‘semua tikus bukan ayam’ atau ‘beberapa tikus bukan ayam’.
  • Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagi.
Misal : ‘Beberapa orang itu sakit’ dapat dibalik menjadi ‘beberapa yang sakt itu orang’
  • Keputusan O tidak dapat dibalik.
Missal : ‘ada manusia yang bukan dokter’ tidak dapat dibalik menjadi ‘ada dokter yang bukan manusia’.

Perlawanan

Keputusan yang berlawanan adalah keputusan yang tidak dapat sama-sama benar atau tidak dapat sama-sama salah. Perlawanan itu  ada hanya kalau  keputusan itu mengenai hal yang sama , tetapi berlawanan isinya. Artinya kedua keputusan itu mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi bentuk dan luasnya berbeda, atau baik bentuk maupun luasnya  yang berbeda.

2.1    Kalau dibandingkan satu sama lain, nampaklah bahwa keputusan-keputusan berlawanan
1.      Menurut bentuknya. Disebut perlawan ‘kontraris dan’subkontraris’ (A – E; I – O)
2.      Menurut luasnya. Disebut perlawanan ‘altern’ (A – I; E – O)
3.      Baik menurut bentuk maupun luasnya. Disebut perlawanan ‘kontradiktoris’ (A – O; E – I)

 Contoh perlawanan
1.      Perlawanan kontradiktoris ( A – O; E – I)
·         jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
·         Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
·         Tidak ada kemungkinan yang ketiga.
Keputusan –keputusan ini tidak dapat sekaligus benar tetapi juga tidak dapat sama-sama sah. Dari keempat perlawanan perlawanan inilah yang paling kuat pernyataan universal dapat di jatuhkan dengan membuktikan kontradiktrisnya saja.
2.                  Perlawan kontraris (A – E)
 Jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
  Jika yang satu salah, yang lain dapat benar, tetapi juga dapat salah;
 Ada kemungkinan yang ketiga, yakni keduanya sama salah.
3.                  Perlawanan sub kontraris (I – O)
·         Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
·         Jika yang satu benar, yang lain dapat salah tetapi juga dapat benar;
·         Ada kemungkinan yang ketiga, yakni tidak dapat keduanya sama-sama salah. Keduanya dapayt sama-sama benar.
4.      Perlawanan subaltern (A – I; E – O)
·         jika yang universal benar, yang particular juga benar;
·         Jika yang universal salah, yang particular dapat benar, tapi juga dapat salah;
·         Jika yang particular benar, yang universal dapat salah, dapat benar;
·         Jika yang particular salah, yang universal juga salah;
   Singkatnya; kedua-duanya dapat benar, tapi juga dapat salah; mungkin  pula yang satu benar, yang lain salah.

Seluruh hukum ini dapat disingkat sebagai berikut:
Jika A benar, maka E salah, I benar dan O salah.
Jika E benar, maka A salah, I salah dan O benar.
Jika I benar, maka E salah, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika O benar, maka A slah, sedangkan baik E maupun I tak pasti.
Jika A salah, maka O benar, sedangakan baik E maupun I tak pasti.
Jika E salah, maka I benar, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika I salah, maka A slah, E benar, O benar.

jikaO salah, maka A benar, E salah, I benar.



BAB VI
PENYIMPULAN

1. Penyimpulan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu dalam dan dengan kegiatan itu ia bergerak menuju ke pengetahuan yang baru dari pengetahuan yang telah di milikinya dan berdasarkan pengetahuan yang telag di milikinya itu.
  • Di sebut ‘ kegiatan manusia’. Karena mencakup seluruh diri manusia meskipun akal budinya yang memegang tampuk pimpinan .
  • Dengan kata ‘ bergerak’ mau di nyatakan perkembangan pikiran manusia
  • Ke pengetahuan yang baru menunjukan tujuan yang mau di capai dalam pemikiran , pengetahuan yang baru itu juga di sebut ke simpulan atau consequens. Hal ini juga menyatakan adanya sesuatu kemajuan, kemajuan itu terletak dalam hal ini : pengetahuan yang baru sudah terkandung dalam pengetahuan yang lama, tetapi belum di mengerti dengan jelas. Dalam pengetahuan yang baru itu barulah di demengerti dengan baik dasar serta sebab suatu kesimpulan di tarik ;
  • Dari pengetahuan yang di miliki menunukan titik pangkal serta dorongan untuk maju , dalam logika hal ini di sebut antecedens ( yang mendahului ) atau praemissae (premis , titik pangkal)
  • Berdasarkan pengetahuan yang telah di milikinya itu menunjukan bahwa antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang lama ada hubungan yang bukan kebetulan. Hubungan ini di sebut konsekuensi ( consequencia) atau hubungan penyimpulan

Baik antecedens maupun consequens selalu terdiri atas keputusan . keputusan pada gilirannya terdiri atas term-term . baik keputusan –keputusan maupu term-term meruapakan materi merupakan materi penyimpulan . sedangkan hubungan penyimpulan (konsekuensi) meruapakan forma penyimpulan itu
Kesimpulan bisa lurus bisa tidak lurus atau palsu . ke simpulan itu harus lurus apabila dan dapat di tarik dari antecedensnya . kesimpulan itu tidak lurus atau palsu. Apabila tidak ada atau tidak boleh di tarik dari padanya.

Macam-macam penyimpulan

Dari sudut bagaimana terjadinya kita menemukan
  • Penyimpulan yang langsung ( secara intuitif)
Dalam penyimpulan ini tidak di perlukan pembuktian –pembuktian , secara langsung di simpulkan bahwa subyek (s) = predikat (p) . hal ini terjadi pada azas-azas pemikiran (bab IX). Pembalikan dan perlawanan bab V) ekuivalensi (misalnya : tidak semua orang kurus = beberapa semua orang kurus = beberapa orang kurus) dan keputusan –keputusan langsung ( misalnya : ini hijau , budi , dsc).
  • Peyimpulan yang tidak langsung
Penyimpulan ini di peroleh dengan mengunkan term-an tara (M). dengan term –antara di berikan alasan mengapa subyek (s) = predikat (p) atau subyek (s) =/ predikat (p).

2    Juga dapat dilihat dari isi ( benar) dan bentuk lurusnya . kesimpulan pasti benar :
  • Apabila premisnya benar dan tepat . hal ini adalah material penyimpulan
  • Apabila jalan pikiranya lurus  jalan pikirannya lurus. Artinya , hubungan antara premis dan        kesimpulannya haruslah lurus. Dan inilah sudut formal suatu penyimpulan.

3.    Sehubungan dengan ini baiklah di berikan hukum-hukum yang berlaku untuk segala macam penyimpulan. Beginilah bunyinya :
  • Jika premis –premis benar , maka kesimpulan juga benar
  • Jika premis-premis salah maka kesimpulan dapat salah tetapi dapat juga kebetulan benar
  • Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah ;
  • Jika kesimpulan benar , maka premis-premis dapat benar tetapi dapat juga salah .

Dengan ini mau di katakan bahwa :
  • Jika premis-premis benar, tetapi kesimpulan salah , maka jalan pikirannya ( bentuknya) tidak lurus;
  • Jika jalannya (bentuknya ) memang lurus tetapi kesimpulannya tidak benar, maka premis-premisnya salah dari salahnnya kesimpulan dapat di buktikan salahnya premis-premis.

4.    Ketika perlawanan subaltern di bicarakan kata induksi dan dedukasi sudah di singgung sebentar kata ‘induksi’ dan deduksi’ sudah  di singgung sebentar. Sekarang kedua kata  itu mau di uraikan sedikit lebih khusus

4.1.  Induksi adalah suatu proses yang tertentu. Dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pentehauan yang umum atau universal  dari pengetahuan yang ‘ khusus’ atau partikular. (ingatlah akan bedaan antara keputisan ‘universal’ dan keputisan ‘umum ‘. Bab IV).
4.2. Desuksi sebaliknya juga merupakan suatu proses tertentu dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘khusus’ dari pengetahuan yang lebih ‘ umum’ . yang lebih khusus itu sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum.
4.3. Induksi dan deduksi selalu berdampingan .keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat. Induksi tidak dapat ada tanpa deduksi. Deduksi selalu di jiwai oleh induksi . dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan , induksi biasanya mendahuli deduksi . sedangkan dalam logika biasanya deduksi yang terutama di bicarakan lebih dahulu. Deduksi di pandang lebih penting untuk latihan dan perkembangan pikiran 

BAB VII
SILLOGISME KATEGORIS  

  1. Sillogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari kedua keputusan (premis-premis) di simpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan premis-premisnya . keeratannya terletak dalam hal ini  : jika premis-premisnya benar , dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya juga benar.

2.    Ada dua macam silogisme itu . yang satu di sebut sillogisme kategoris dan yang lainnya di sebut silogisme hipotesis.
Silogisme kategoris adalah sillogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris . sillogisme ini dapat di bedakan menjadi:
  • Sillogisme katagoris tunggal ,karena terdiri atas dua premis
  • Sillogisme katagoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis

Sillogisme hipotetis adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotesis. Sillogisme ini juga dapat di bedakan menjadi
  • Silogisme (hipotesis ) kondisional yang di tandai dengan ungkapan : jika………. (maka)…….
  • Sillogisme (hipotesis) disyugtif yang  di tandai dengan ungkapan : atau………….  Atau  ……
  • Silogisme (hipotesis) konyugtif yang di tandai dengan ungkapan : tidak sekaligus … dan…

3.    Baiklah silogisme kategoris tunggal di bicarakan secara khusus dahulu .
Sillogisme kategoris tunggal merupakan bentuk sillogisme yang terpenting . sillogisme ini terdiri atas tiga term yakni subyek (s) predikat (p) dan term- antara (m) .
Biasanya sillogisme ini di bagankan sebagai berikut :
  • Sikap manusia dapat mati  M-P
  • Budi adalah manusia            S-M
  • Jadi , budi dapat mati           S-P

Term major adalah predikat dari kesimpulan term itu harus terdapat dalam kesimpulan dan salah satu premis , biasanya dalam premis yang pertama . premis yang mengandung predikat itu di sebut major. Kemudian term minor adalah subyek dari  kesimpulan . term itu biasanya terdapat dalam premis yang lain, biasanya dalam premis yang kedua. Premis yang mengandung subyek itu disebut dengan minor. Dan  akhirnya term antara ialaha term yang terdpat dalam kedua premis tertapi terdapat kesimpulan. Dengan term antara ini subyek  dan predikat di bandingkan satu sama lain. Dengan demikian subyek dan predikat di persatukan atau di pisahkan satu sama lain dalam kesimpulan . namun dalam percakapan sehari-sehari dalam buku –buku atau tulisan, bagan seperti ini tidak selalu nampak dengan jelas. Sering kali ada keputusan yang tersembunyi . kesulitan yang sama juga terdapatdalam keputusan . ketika berbicara tentang  keputusan sudah di anjurkan supaya keputusan itu di jabarkan dalam bentuk logis . dan sekarang juga di anjurkan suapaya pemikiran –pemikiran di jabarkan dalam bentuk silogisme kategoris. Artinya dianjurkan supaya di rumuskan sedemikian rupa sehingga titik pangkalnya serta jalan pikiran yang terkandung di dalamnya terdpat di perlihatkan dengan jelas untuk itu perlulah
  • Menentukan dahulu kesimpulan mana yang di tarik
  • Mencari apakah alasan yang di sajikan (M)
  • Lalu menyusun sillogisme berdasarkan subyek dan predikat (kesimpulan) serta term – antara (M)

4.    Ada hukum-hukum yang perlu di tepati dalam sillogisme kategoris. Hukum-hukum itu di bedakan dalam dua kelompok. Kelompok yang satu menyangkut term-term dan yang lainnya menyangkut keputusan-keputusan .

4.1. Yang menyangkut term-term
1. Sillogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term
Kurang dari tiga term berarti tidak ada sillogisme . lebih dari tiga term , ketiga term itu hasulah di gunakan dalam arti yang sama tepatnya. Kalau tidak , hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga term
Misalnya  : anjing itu menggongong
                     Binatang itu anjing
                     Jadi binantang itu menggonggong
2.    Term-antara (M)  tidak boleh masuk  (terdapat dalam) kesimpulan . hal ini sebenarnya sudah jelas dari bagan sillogisme. Selain itu masih dapat di jalankan begini . term antara (M) di maksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term . perbandingan itu terjadi dalam premis-premis . karena itu term-trem (M) hanya berguna dalam premis-premis saja
3.   Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas dari pada dalam premis-premis . artinya term subyek predikat dalam kesimpulan tidak bahaya ‘ latius hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan singkatan dari hukum sillogisme yang berbunyi  : latius hos quam praemissae conclusio non vult. Isi ungkapan yang panjang sama saja dengan ‘generlisasi’ . baik ‘latius  hos’ maupun generalisasi  menyatakan ketidak beresan atau keslahan dalam penyimpulan , yakni menarik kesimpulan yang terlalu luas . menarik kesimpulan yang tidak universal padahal yang benar hanyalah kesimpulan dalam bentuk keputusan yang partikular saja .
Misalnya  : anjing adalah mahluk hidup
                    Manusia bukan anjing
                    Jadi manusia bukan mahluk hidup
4.   Term –term (M) harus sekurang –kurangnya satu kali universal . jika term partikular baik dalam premis major mapun minor  mungkin sekali term – antara itu menunjukan bagian –bagian yang berkelainan    yang berkelainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu term antara tidak lagi berfungsi sebagai term – antara dan tidak lagi menghubungkan (memisahkan ) subyek dan predikat.
Misalnya : banyak orang kaya kikir
                    Budi adalah seorang kaya
                     Jadi budi kikir


4.2. Yang menyangkut keputusan –keputusan
1.    Jika kedua premis (yakni major dan minor ) sfirmatif atau positif maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.

2.    Kedua premis tidak boleh negatif
Sebab erm – antara (M) tidak lagi befungsi sebagai penghubung atau pemisah penghubung atau subyek dan predikat . dalam sillogisme sekuarang-kurangnya yakni, subyek atau predikat , harus di persamakan dengan term antara (M) .
Misalnya : batu bukan anjing
                   Anjing bukan batu
                   Jadi anjing bukan binatang

3.    Kedua premis tidak boleh partikular
Sekurang –kurangnya  satu premis harus universal . kalau tidak , hukum yang di sebut dalam 4,1,3, dan 4,1,4 dilanggar.
Misalnya : ada orang kaya yang tidak tentram hatinya
                    Banyak orang jujur tentram hatinya
                    Jadi orang kaya tidak jujur

4.    Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah.
Keputusan partikular adalah keputusan yang lemah di bandingkan dengan keputusan yang universal . keputusan negaratif adalah keputusan yang ‘lemah’ di bandingkan dengan keputusan yang afirmatif atau positif . karena itu
-            Jika salah satu premis partikular , kesimpulan juga harus partikular
-          Jika salah satu premis negatif , kesimpulan juga harus negatif
-          Jika salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan  juga harus negatif dan  partikular . kalau tidak ada bahaya latius hos lagi

Misalnya  : beberapa anak puteri tidak jujur
                    Semua anak puteri itu manusia (orang)
                    Jadi beberapa manusia (orang) tidak jujur

5.   Susunan sillogisme yang lurus
Sillogisme yang baru di jelaskan tadi merupakan bentuk logis dari penyimpulan . penyimpulan itu tersusun dari tiga term . tiga term itu adalah subyek , predikat dan term –antara (M). yang terakhir ini merupakan kunci sillogisme. sebab , term- antara (M) itulah yang menyatakan mengapa subyek di persatukan dengan predikat atau di pisahkan dari padanya dalam ke simpulan. Kemudian , penyampaian juga tersusun dari tiga keputusan . ketiga keputusan itu adalah premis major , premis minor dan kesimpulan. Dan akhirnya , ketiga keputusan ini dapat di bedakan menurut bentuk dan luasnya. Pembedaan ini menghasilkan keputusan A, keputusan E, keputusan I dan keputusan O .
5.1.Unsur-unsur yang terdapat di atas dapat di kombinasikan satu sama lain . kalau di kombinasikan terdapat susunan yang berikut :
-          Menurut tempat term antara (M)

1.       M- p
S- M
S-  P

2.       P- M
S- M
S- P
S- P

3.       M- P
M-S
S- P

4.       S-P
M-S
S-P
-          Setiap keputusan tadi masih dapat berupa keputusan A,E,I dan O menurut bentuk dan luasnya . dan kalau semuanya di kombinasikan secara teoritis di peroleh 64  (bahkan 256) kemungkinan. Tetapi nyatanya tidak setiap kombinasi menghasilkan susunan sillogisme yang lurus. Dengan memperhatikan hukum-hukum sillogisme hanya terdapat kombinasi yang lurus. 

 susunan yang pertama 
M-P
S- M
S-P
-          Susunan ini merupakan susunan yang paking sempurna dan tepat sekali untuk suatu eksposis yang positif
-          Syarat itu kombinasi –kombinasi yang mungkin ialah : AAA, EAA,AII dab EIO (AAI dan EAO tidak lazim di sini )

Misalnya : AAA : semua manusia dapat mati
-          Semua orang indonesia adalah manusia
-          Jadi semua orang indonesia dapat mati
-          (AAI )  :                 semua manusia dapat mati
-          Semua orang indonesia dapat mati
-          Jadi, beberapa orang indonesia dapat mati
-          EAE :                    semua manusia bukanlah abadi
-          Semua orang indonesia adalah manusia
-          Jadi, semua orang indonesia bukanlah abadi
-          EAO  :                  semua manusia bukalah abadi
-          Semua orang indonesia adalah manusa.
-          Jadi , bebrapa orang indonesia bukalha abadi
-          AH :                     semua anjing menyalak
                             Bruno adalah anjing
                             Jadi bruno menyalak
-          EIO :  tidak ada seorang manusia pun yang adalah seekor harimau
         Beberapa hewan adalah manusia
        Jadi beberapa hewan bukanlah harimau

 susunan yang kedua  Susunan yang kedua
P – M

 S – M

 S – P

• Susunan ini tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat dijabarkan

menjadi susunan yang pertama.

• Syarat-syaratnya ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.

• Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO dan AEO

tidak lazim di sini).


 Susunan yang kedua : P – M
                                                   S – M
                                                   S – P
·      Susunan ini tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
·      Syarat-syaratnya ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.
·      Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO dan AEO tidak lazim di sini).
·      Misalnya: EAE    : Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua burung mempunyai sayap.
Jadi, tidak ada burung yang adalah kucing.
(EAO)                : Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua burung mempunyai sayap.
Jadi, seekor burung bukanlah kucing.
AEE  : Semua manusia berakal budi.
Kera tidak berakal budi.
Jadi, kera bukanlah manusia.
(AEO)                : Semua manusia berakal budi.
Kera tidak berakal budi.
Jadi, seekor kera bukanlah manusia.
EIO     : Semua manusia yang normal bukanlah ateis.
Beberapa orang Indonesia adalah atheis.
Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah manusia yang normal.
AOO  : Semua ikan dapat berenang.
Beberapa burung tidak dapat berenang.
Jadi, beberapa burung bukanlah ikan.

 Susunan yang ketiga : M – P
                                     M – S
                                     S – P
·      Susunan ini tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering. Susunan ini juga bias dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
·      Syarat-syaratnya ialah : premis minor harus afirmatif dan kesimpulan particular.
·      Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : AAI, IAI, AII, EAO, OAO dan EIO.
·      Misalnya : AAI   : Semua manusia berakal budi.
Semua manusia adalah hewan.
Jadi beberapa hewan berakal budi.
IAI    : Beberapa murid nakal.
Semua murid adalah manusia.
Jadi, beberapa manusia (adalah) nakal.
AII    : Semua mahasiswa adalah manusia.
Beberapa mahasiswa (adalah) pandai.
Jadi, beberapa manusia (adalah) pandai.
EAO : Semua manusia bukanlah burung.
Semua manusia adalah hewan.
Jadi beberapa hewan bukanlah burung.
OAO                : Beberapa ekor kuda tidak ada gunanya.
Semua kuda adalah binatang.
Jadi, beberapa binatang tidak ada gunanya.
EIO   : Tidak ada seorang manusia pun mempunyai ekor.
Beberapa manusia berbadan kekar.
Jadi, beberapa orang yang berbadan kekar tidak mempunyai ekor.

Susunan yang keempat : P – M
                                         M – S
                                          S – P
·     Susunan ini tidak lumrah dan hamper tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya
disingkirkan saja. Susunan ini dengan mudah dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
·     Syarat-syaratnya ialah :
  • Apabila premis major afirmatif, premis minor harus universal;
  • Apabila premis minor afirmatif, kesimpulan harus particular;
  • Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal.

·         Karena itu kombinasi – kombinasi yang mungkin ialah : AAI, AEE, IAI, EAO dan EIO (AEO tidak lazim di sini).
●     Misalnya:
1.    AAI : Semua manusia adalah hewan. Semua hewan dapat mati. Jadi, beberapa yang dapat mati adalah manusia.
2.    AEE : Semua orang sombong (adalah) keras kepala. Tidak ada seorang yang keras kepala pun disenangi orang. Jadi, yang tidak disenangi orang adalah orang sombong.
3.    IAI : Beberapa orang kaya (adalah) licik. Semua yang licik adalah manusia. Jadi, beberapa manusia adalah orang kaya.
4.    EAO : Tidak ada bangsat yang disayangi. Semua yang disayangi adalah yang baik tingkah lakunya. Jadi, beberapa yang baik tingkah lakunya bukanlah bangsat.
5.    EIO : Tidak ada mahasiswa bodoh yang bisa lulus. Beberapa yang lulus (adalah) rajin. Jadi,  beberapa yang rajin bukanlah mahasiswa yang bodoh.
6.    (AEO) : Semua yang cinta akan tanah air Indonesia (adalah) cinta akan pancasila. Tidak ada seorang pun yang cinta akan Pancasila memprogandakan kekerasan. Jadi, beberapa orang yang mempropagandakan kekerasan tidak cinta akan tanah air Indonesia.

Sillogisme tersusun
Ada beberapa sillogisme yang disebut sillogisme tersusun. Sillogisme-sillogisme itu ialah :
Epicherema
Epicherema adalah sillogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung dengan pembuktiannya. Sillogisme ini juga disebut sillogisme dengan suatu premis kausal.
Misalnya : Setiap pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani mengerjakan hal-hal yang mengatasi tuntutan kewajibannya.
Jendral Sudirman adalah seorang pahlawan. Jadi, Jendral Sudirman adalah agung.

 Enthymema
Enthymema adalah sillogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulannya dilampaui. Juga disebut sillogisme yang dipersingkat.
Misalnya : Jiwa manusia adalah rohani. Jadi, tidak akan mati.
Kalau dijabarkan menjadi sillogisme yang lengkap, sillogisme itu tersusun begini :
Yang rohani itu tidak dapat (akan) mati.
Jiwa manusia adalah rohani.
Jadi, jiwa manusia tidak dapat (akan) mati.

 Polysillogisme
Polysillogisme adalah suatu deretan sillogisme. Sillogisme itu dideretkan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan sillogisme yang satu menjadi premis untuk sillogisme yang lainnya.
Misalnya : Seorang, yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya, merasa tidak puas.
Seorang yang rakus, adalag seorang yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya.
Jadi, seorang yang rakus merasa tidak puas.
Seorang yang kikir adalah seorang yang rakus.
Jadi, seorang yang kikir merasa tidak puas.
Budi adalah seorang yang kikir.
Jadi, Budi merasa tidak puas.

Sorites
Sorites adalah suatu macam polysillogisme, suatu deretan sillogisme-sillogisme itu terduri atas lebih dari tiga keputusan. Keputusan-keputusan itu dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa, sehingga predikat dari keputusan yang satu selalu menjadi subyek dari keputusan yang pertama dihubungkan dengan predikat keputusan yang terakhir.
Misalnya : Orang yang tidak mengendalikan keinganannya, menginginkan seribu satu macam barang.
Orang yang menginginkan seribu satu macam barang, banyak sekali kebutuhannya.
Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.
Jadi, orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.



BAB VII
SILOGISME HIPOTESIS
1.1. Silogisme Hipotesis adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecindent atau terem konsecwen premis mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun primis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Keputusan tradisional adalah hubungan antara antecedens dan consequensnya . karena  itu keputusan tradisonal benar. Kalau hubungan bersyarat yang  di nyatakan di dalamnya benar keputusan itu salah, kalau hubungan itu tidakbenar.

1.2.  Selanjutnya di sini di sajikan hukum-hukum  silogisme (hipotesis ) tradisonal itu  bunyinya  :
  • Kalau antecedensnya benar  ( dan hubungannya lurus ) maka consequens (kesimpulan) nya  juga benar
  • Kalau consequens (kesimpulan) salah (dan hubungannya lurus), maka atecendensnya juga salah
Artinya  premis major sesuatu sillogisme kondisional merupakan sesuatu  keputusan tradisonal yang benar  contohnya berbunyi ‘ jika hujan ,  aku tidak pergi .

2  silogisme hipotesis  
Silogisme ini adalah  silogisme yang premis major terdiri  dari keputusan disyungtif . premis  minor mengakui  atau memungkiri salah satu kemungkinan yang sudah di sebut dalam premis major. Kesimpulan  mengandung kemungkinan yang lain . kesimpulan mengandung yang lain. 
2.1. Silogisme (hipotesis ) disyungtif dalam arti yang sempit.
Sillogisme  ini hanya  mengandung dan kemungkinan , tidak lebih  dan tidak kurang. Keduanya tidak dapat benar.  Tidak ada kemungkinan yang ketiga.
Misalnya : ia masuk atau tidak m masuk (  = tinggal di luar )
                     Ia masuk
                    Jadi , ia tidak masuk (= tidak tinggal di luar)
2.2. Sillogisme (hipotesis )  disyungtif dalam arti yang luas .
Dalam  sillogisme ini terdapat  dua kemungkinan yang harus di pilih tetapi  kemungkinan ini dapat sama-sama benar juga .  jika kemungkinan yang lain mungkin  benar juga . jika kemungkinan yang satu benar . kemungkinan yang lain benar juga.
Misalnya : dialah yang pergi atau  saya (premis major disyungtif dalam arti yang luas )

2.3. Sillogieme ( disyungtif) dalam arti sempit  nampak dalam dua corak.
-          Corak yang satu ialah mengakui satu bagian disyungsi dalam premis minor. Bagian yang lainnya  di mungkiri dalam kesimpulan.

Misalnya  : mobil kita diam atau bergerak ( tidak diam)  
                  Karena diam , jadi tidak bergerak ( tidak tidak diam)

  1. Sillogisme (hipotetis) konyungtif
    Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan konyungtif. Keputusan konyungtif adalah keputusan di mana persesuaian beberapa predikat untuk satu subyek disangkal. Supaya keputusan itu sungguh konyungtif dituntut supaya antara predikat ada perlawanan.
    Misalnya: 'Budi tidak mungkin sekaligus bergerak dan beristirahat'.
    Sillogisme ini bisa nampak dalam dua kemungkinan:
    1.Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif.
    Artinya, premis minor afirmatif dan kesimpulannya negatif.
    Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
    Kartu itu putih.
    Jadi, kartu itu bukan hitam.
    2. Kemungkinan yang kedua disebut negatif-afirmatif.
    Artinya, premis minor negatif dan kesimpulannya afirmatif.
    Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
    Kartu itu tidak putih.
    Jadi, kartu itu hitam.
    Ada hukum yang mengatur sillogisme (hipotetis) konprngtif ini. Hukum itu didasarkan atas hukum perlawanan kontraris (A - E):
    Jika yang satu benar, yang lain tentu salah. Jika yang satu salah, yang lain tidak pasti benar (artinya: dapat benar, tetapi juga dapat salah). Dan masih ada kemungkinan yang ketiga, yakni kedua-duanya sama-sama salah. Karena itu, kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) benar, maka yang lain pasti salah. Dan kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) salah, maka yang lainnya tidak pasti benar (dapat benar, tetapi juga dapat salah). Karena itu kemungkinan yang pertama (afirmatif-negatif) membuahkan kesimpulan yang tepat, benar. Sedangkan kemungkinan yang kedua (negatif-afirmatif) tidak menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar. Namun kalau kedua keputusan (hipotetis) konyungtif merupakan perlawanan kontradiktoris, maka semua kemungkinan menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar.
    Misalnya : Mobil kita tidak mungkin sekaligus bergerak dan diam.
    Mobil kita tidak diam.
    Jadi, mobil kita bergerak.

4. Dilemma
Dilemma dalam arti yang sempit merupakan suatu pembuktian.
Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Di dalamnya dibuktikan bahwa dari setiap kemungkinan niscaya ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki.Dengan demikian 'lawan' dipojokkan. Pemojokan itu terjadi dengan merrgladupkannya pada suatu alternatif' Tetapi setiap alternatif menjurus kepada kesimpulan yang sama'

Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan sillogisme
(hipotetis) disyungtif. Baik sillogisme (hipotetis) disyungtif maupun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif. Namun kedua juga berbeda satu sama lain. Prosedur dilemma berbeda dari prosedur silogisme (hipotetis) disyungtif. Premis minor dilemma menunjukkan bahwa bagian mana pun yang dipilih oleh 'lawan', 'lawan' itu tetap salah. Padalal dalam sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit hanya ada satu kemungkinan saja yang benar. Tidak dapat kedua duanya benar. Pilihan menentukan mana bagian yang benar mana bagian yang tidak benar.
Dalam arti yang luas, dilemma berarti setiap situasi di mana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak ini menyebabkan pilihan menjadi sukar.
 Hukum-hukum dilemma dalam arti sempit : 
1. Keputusan disyungtif haruslah lengkap atau utuh. Artinya semua kemungkinan harus disebut. Tiap-tiap bagan harus sungguh selesai, habis atau tuntas sehingga tidak ada kemungkinan Yang lain lagi.
2. Konsekuensinya haruslah lurus. Artinya haruslah disimpulkan secara lurus dari tiap-tiap bagian.
3. Kesimpulan yang lain tidak mungkin, Artinya, kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.

Bab  IX
AZAS AZAS PEMIKIRAN

Azas-azas ini merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Selain menjadi dasar, azas-azas pemikiran juga merupakan azas-azas yang dengan sendirinya terang sekali. Hal ini sudah nampak ketika penyimpulan langsung dibicarakan. Yang dimaksudkan dengan azas ialah sesuatu yang mendahului. Juga dapat dikatakan titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan dimengerti.
Sedangkan azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti. Juga disebut pengetahuan yang menunjukkan mengapa pada umumnya kita dapat menarik suatu kesimpulan.

1. Azas-azas pemikiran itu dapat dibedakan menjadi azas-azas primer dan azas-azas sekunder.

Azas-azas primer.
Azas ini mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak tergantung pada azas-azas yang lain. Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika. Azas-azas ini dibedakan menjadi:
1. Azas identitas (principium identitatis)
Azas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Azas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda lainnya, arau benda itu adalah benda itu dan bukan benda lainnya. Dalam logika pernyataan ini berarti: apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan iru juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpulan yang ditarik dari padanya dimungkiri, hal itu menyatakan bahwa pengakuan tadi dibatalkan lagi. Tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri.

2. Azas kontradiksi (principium contradictionis)
Azas ini merupakan perumusan negatif dari azas identitas. Dalam logika hal ini berarti: menaati azas identitas dengan menjauhkan diri dari kontradiksi. Atau, tidak boleh membatalkan atau memungkiri begitu saja sesuatu yang sudah diakui.

3. Azas-penyisihan-kemungkinan-yang ketiga (principium tertii exclusi)
Azas ini menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada. Artinya, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antaranya salah. Sebab, keputusan yang satu merobohkan keputusan lainnya. Tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar atau sama-sama salah.

4. Azas-alasan-yang mencukupi (principium rationis sufficientis).
Azas ini menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Bukan hanya sesuatu tetapi segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Segala sesuatu itu dapat dimengerti. Tetapi janganlah memperluas penerapan azas ini pada semua yang ada. Penerapan itu juga tidak boleh dikenakan pada sesuatu yang hanya satu saja. Sebab tidak semua kenyataan dapat dimengerti dengan cara yang memadai. Pikiran manusia sangat terbatas.

Juga masih ada lagi azas yang disebut azas-azas sekunder

Azas-azas ini merupakan pengkhususan dari azas-azas primer tadi. Azas-azas ini dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.

1. Dari sudut isinya terdapat:
- Azas kesesuaian (principium convenientiae).
- Azas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Salah satu dari antaranya sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga sama dengan hal yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika S : M, dan M : P, maka S : P
(dengan catatan bahwa S dan P di sini dihubungkan satu sama lain dengan satu M).
Azas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae)
Azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama2. Tetapi salah satu dari antaranya tidak sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama dengan yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika A = B, tetapi B ≠ C, maka A ≠ C.

2. Dan dipandang dari sudut luasnya, terdapat:
- Azas dikatakan tentang semua (principium dictum de omni). Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh lingkungan suatu pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua bawahannya.
- Azas-tidak dikatakan tentang mana pun juga (principium dictum de nullo). Apa yang secara universal tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subyek), juga tidak dapat diterapkan pada semua bawahannya.

3. Azas-azas ini tidak bisa tidak mempunyai konsekuensinya. Konsekuensinya menyentuh baik penyimpulan pada umumnya, maupun penyimpulan 'modal'.

 Untuk penyimpulan pada umumnya
1. Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarik kesimpulan yang benar.
2. Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan). Sebaliknya, tidak pasti.
3.2. Untuk penyimpulan 'modal'
1. Premis yang mutlak juga menghasilkan kesimpulan yang mutlak. Tetapi kesimpulan yang mutlak dapat berasal dari premis-premis yang mutlak atau yang 'kebetulan';
2. Premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atau salah;
3. Dari 'ada'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'mungkin'-nya. Sebaliknya (dari 'mungkin'nya ke 'ada'nya), tidak boleh;
4. Dari 'tidak-mungkin'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'tidak-ada'nya. Sebaliknya (dari 'tidak ada'nya ke 'tidak mungkin'nya), tidak boleh.


0 komentar:

Posting Komentar

Nama-Nama Anggota Hegel

1. Caitlin Anindya A (705160001)
2. Adinda Citra (705160003)
3. Nathanael Osbert (705160010)
4. Meliani Arifin (705160011)
5. Nicolas Tendean (705160015)
6. Stevanie Laurens (705160047)
8. Grace Amelia (705160050)
9. Andelisa Balqis Kharunnisa (705160223)
10. Victoria Irwin (705160024)

Welcome

Kita adalah kelompok Hegel, terdiri dari 10 Mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Bersama akan meliputi semua kegiatan belajar mengajar mata kuliah Filsafat. نحن نعمل فى الظلام لنخدم النور -Assassin Creed

Popular Posts