Bab
IV
KEPUTUSAN
Pengertian adalah bagian dari keputusan
Keputusan
adalah sesuatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan
perbuatan itu dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan
antara dua hal. Juga dapat dikatakan: keputusan adalah suatu kegiatan
manusia yang tertentu. Dengan kegiatan itu ia mempersatukan karena
mengakui dan memisahkan karena memungkiri sesuatu.
Dalam
definisi ini terkandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan, yaitu:
-
Perbuatan manusia
Sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya.
Secara formal keputusan yang diambil merupakan perbuatan akal
budinya.
-
Mengakui dan memungkiri
Inilah yang merupakan inti suatu keputusan. Setiap keputusan mengakui
atau memungkiri sesuatu kesatuan antara dua hal. Dalam
pemikiran manusia pertama-tama secara logis sebenarnya terdapat
‘pengakuan’ kemudian baru pemungkirannya.
-
Kesatuan antara dua hal
Hal yang satu adalah subjek, dan hal yang lain adalah predikat.
Keduanya dipersatukan, dihubungkan atau dipisahkan dalam keputusan.
Subyek sama dengan predikat
subyek tidak sama dengan predkat
subyek tidak sama dengan predkat
Sudah dikatakan bahwa kata meupakan pernyataan lahiriah dari
pengertian. Keputusan juga mempunyai penampakan lahirnya.
Penampakan lahirnyya adalah kalimat. Dan kalimat adalah satuan,
kumpulan kata yang terkecil, yang mengandung pikiran yang lengkap.
Keputusan khususnya dilahirkan dalam kalimat berita.
Maka dapatlah dikatakkan bahwa keputusan (Kalimat) adalah
satuu-satunya ucapan yang ‘benar’ atau ‘tidak benar’.
Artinya, keputusan (kalimat) selalu mengakui atau memungkiri
kenyataan. Pengertian (kata) belum (tidak) bisa disebut mbenar atau
tidak benar. Sebab, sebagai pengertian (kata) belum (tidak)
menyatakan sesuatu tentang kenyataan. Baru menjadi benar atau tidak
benar, apabila keputusan (kata) itu dihubungkan satu sama lain.
Artinya, baru dapat menjadi benar, apabila dipersatukan atau
dipisahkan satu sama lain. Karena itu keputusan (kalimat) tidak
benar, apabila yang diakui atas dimungkiri itu sungguh bertentangan
dengan kenyataan. Karena itu juga hanya keputusan (kalimat)lah
satu-satunya ucapan yang dapat dibenarkan, dibuktikan, disangsikan,
dan sebagainya.
Unsur-unsur keputusan
Sebenarnya sudah dapat disimpulkan bahwa keputusan mengandung 3
unsur, yaitu:
-
Subyek (sesuatu yang diberi keteangan);
-
Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang objek);
-
Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)
Dari ketiga unsur itu, kata penghubunglah yang terpenting. Subyek dan
predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung
merupakan bentuk, forma-nya. Kata ini memberikan corak atau warna
yang harus ada dalam suatu keputusan.
Namun perlu dicatat:
Keputusan (kalimat) sering tidak nampak dalam susunan yang
sederhana ini. Karena itu untuk mempermudah analisa logika, sering
kali perlulah keputusan-keputusan (kalimat-kalimat) tersebut
dijabarkan menjadi keputusan-keputusan dengan bentuk pokok subyek =
predikat atau subyek =/ predikat. Menjabarkan berarti: merumuskan
suatu kalimat sedemikian rupa sehingga term subjek, predikat dan
kata penghubung menjadi kentara dengan jelas. Perumusan ini
memudahkan orang untuk menangkap inti suatu kalimat. Misalnya: ‘Dia
telah mencuri buah-buahan itu’ menjadi ‘Dia adalah orang yang
mencuri buah-buahan itu’; ‘tidak semua yang makan banyak akan
menjadi gemuk’ menjadi ‘beberapa orang yang makan banyak adalah
orang yang akan menjadi gemuk’; ‘sedikit saja orang yang
memperoleh hadia’ menjadi ‘jumlah orang yang memperoleh hadiah
adalah sedikit’.
-
Term subjek sering juga disebut sebagai subyek logis. Subyek logis itu tidak selalu sama dengan subyek kalimat menuruut tatabahasa.
-
Untuk menemukan term predikat (predikat logis), perlulah diperhatikan apakah yang sesungguhnya hendak diberitahukan dalam suatu kalimat. Dengan kata lain, apakah pokok berita yang mau disampaikan dalam kalimat itu. Misalnya:
-
Dialah yang mencuri buah-buuahan itu
Yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P)
-
Kenikmatanlah yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P)
Yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P)
Dan akhirnya, suatu keputusan disebut negatif, apabila kata
penghubungnya negatif dan tidak lain daripada itu.
Misalnya: Orang yang tidak datang akan dihukum. Kata ‘tidak’
dalam ungkapan ‘tidak datang’ tidak mempengaruhi kata penghubung.
Kalimat ini adalah positif atau afirmatif dan bukan negatif.
Macam-macam keputusan
Berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkiran dapat dibedakan
menjadi:
Keputusan kategoris
Dalam keputusan ini masih dapat diperinci lagi mejadi:
-
Keputusan kategoris tunggal (yang hanya memuat satu subyek (S) dan satu predikat (P) saja)
-
Keputusan kategori majemuk (yang memuat lebih dari satu subyek (S) atau predikat (P)). Keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti: dan.. dan; di mana. Disana dan sebagainya.
Keputusan hipotesis
4. Dilemma
Dilemma dalam arti yang sempit merupakan suatu pembuktian.
Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Di dalamnya dibuktikan bahwa dari setiap kemungkinan niscaya ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki.Dengan demikian 'lawan' dipojokkan. Pemojokan itu terjadi dengan merrgladupkannya pada suatu alternatif' Tetapi setiap alternatif menjurus kepada kesimpulan yang sama'
Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan sillogisme
(hipotetis) disyungtif. Baik sillogisme (hipotetis) disyungtif maupun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif. Namun kedua juga berbeda satu sama lain. Prosedur dilemma berbeda dari prosedur silogisme (hipotetis) disyungtif. Premis minor dilemma menunjukkan bahwa bagian mana pun yang dipilih oleh 'lawan', 'lawan' itu tetap salah. Padalal dalam sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit hanya ada satu kemungkinan saja yang benar. Tidak dapat kedua duanya benar. Pilihan menentukan mana bagian yang benar mana bagian yang tidak benar.
Dalam arti yang luas, dilemma berarti setiap situasi di mana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak ini menyebabkan pilihan menjadi sukar.
Azas-azas ini merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Selain menjadi dasar, azas-azas pemikiran juga merupakan azas-azas yang dengan sendirinya terang sekali. Hal ini sudah nampak ketika penyimpulan langsung dibicarakan. Yang dimaksudkan dengan azas ialah sesuatu yang mendahului. Juga dapat dikatakan titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan dimengerti.
Sedangkan azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti. Juga disebut pengetahuan yang menunjukkan mengapa pada umumnya kita dapat menarik suatu kesimpulan.
1. Azas-azas pemikiran itu dapat dibedakan menjadi azas-azas primer dan azas-azas sekunder.
Azas-azas primer.
Azas ini mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak tergantung pada azas-azas yang lain. Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika. Azas-azas ini dibedakan menjadi:
1. Azas identitas (principium identitatis)
Azas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Azas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda lainnya, arau benda itu adalah benda itu dan bukan benda lainnya. Dalam logika pernyataan ini berarti: apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan iru juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpulan yang ditarik dari padanya dimungkiri, hal itu menyatakan bahwa pengakuan tadi dibatalkan lagi. Tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri.
2. Azas kontradiksi (principium contradictionis)
Azas ini merupakan perumusan negatif dari azas identitas. Dalam logika hal ini berarti: menaati azas identitas dengan menjauhkan diri dari kontradiksi. Atau, tidak boleh membatalkan atau memungkiri begitu saja sesuatu yang sudah diakui.
3. Azas-penyisihan-kemungkinan-yang ketiga (principium tertii exclusi)
Azas ini menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada. Artinya, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antaranya salah. Sebab, keputusan yang satu merobohkan keputusan lainnya. Tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar atau sama-sama salah.
4. Azas-alasan-yang mencukupi (principium rationis sufficientis).
Azas ini menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Bukan hanya sesuatu tetapi segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Segala sesuatu itu dapat dimengerti. Tetapi janganlah memperluas penerapan azas ini pada semua yang ada. Penerapan itu juga tidak boleh dikenakan pada sesuatu yang hanya satu saja. Sebab tidak semua kenyataan dapat dimengerti dengan cara yang memadai. Pikiran manusia sangat terbatas.
Juga masih ada lagi azas yang disebut azas-azas sekunder
Azas-azas ini merupakan pengkhususan dari azas-azas primer tadi. Azas-azas ini dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.
1. Dari sudut isinya terdapat:
- Azas kesesuaian (principium convenientiae).
- Azas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Salah satu dari antaranya sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga sama dengan hal yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika S : M, dan M : P, maka S : P
(dengan catatan bahwa S dan P di sini dihubungkan satu sama lain dengan satu M).
Azas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae)
Azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama2. Tetapi salah satu dari antaranya tidak sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama dengan yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika A = B, tetapi B ≠ C, maka A ≠ C.
2. Dan dipandang dari sudut luasnya, terdapat:
- Azas dikatakan tentang semua (principium dictum de omni). Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh lingkungan suatu pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua bawahannya.
- Azas-tidak dikatakan tentang mana pun juga (principium dictum de nullo). Apa yang secara universal tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subyek), juga tidak dapat diterapkan pada semua bawahannya.
3. Azas-azas ini tidak bisa tidak mempunyai konsekuensinya. Konsekuensinya menyentuh baik penyimpulan pada umumnya, maupun penyimpulan 'modal'.
Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subjek (S) dengan suatu
syarat, tidak mutlak. Keputusan ini masih dapat dibedakan lagi:
-
Keputusan (hipotesis) kondisional. Biasanya ditandai dengan: jika..., maka...
-
Keputusan (hipotesis) disyungtif, yang biasanya ditandai dengan: atau... atau... Keputusan ini masih dapat dibedakan menjadi:
-
Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang sepit (tidak ada kemungkinan yang lain lagi);
-
Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang luas (masih ada kemungkinan yang lain lagi)
-
Keputusan (hipotesis) konyungtif, yang biasanya ditandai dengan: tidak sekaligus.. dan..
-
Untuk seementara pembicaraan dibatasi khususnya pada keputusan kategoris (tunggal) saja dulu. Keputusan itu pada gilirannya dapat dibagikan sebagai berikut:
-
Berdasarkan materinya:
-
Keputusan analitis dan keputusan sintetis.
Keputusan analitiis adalah keputusan dimana predikat (P) menyebutkan
sifat hakiki, yang pasti terdapat dalam subyek (S).
Keputusan sintetis adalah keputusan dimana predikat (P) menyebutkan
sifat tidak hakiki, tidak niscaya yang terdapat pada subyek, tetapi
dapat dikaitkan dengan subyek (S) itu.
-
Berdasarkan bentuknya:
-
Keputusan positif
Keputusan dimana predikat (P) dipersatukan dengan subyek (S) oleh
kata penghubung. Subyek menjadi satu atau sama dengan predikat.
Seluruh isi predikat diterapkan pada subyek. Seluruh luas subyek
dimasukan kedalam luas predikat.
-
Keputusan negatif
Keputusan dimana subyek dan predikat dinyatakan sebagai tidak sama.
Mungkin dalam banyak hal subyek dan predikat sama. Tetapi dalam satu
hal keduanya tidak sama, berlainan.
-
Berdasarkan luasnya:
-
Keputusan universal
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri)
seluruh luas subyek.
-
Keputusan partikular
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri)
sebagian dari seluruh luas subyek.
-
Keputusan singular
Keputusan dimana predikat menerangkan (mengakui atau memungkiri) satu
barang (subyek) yang ditunjukan dengan tegas.
-
Keputusan A, E, I, O
Dilihat dari sudut bentuk dan luasnya:
-
Keputusan A:
Keputusan afirmatif (positif) dan universal (singular)
Cont: Semua mahasiswa IKIP lulus, besi itu logam.
-
Keputusan E:
Keputusan negatif dan universal (singular)
-
Keputusan I:
Keputusan amfirmatif (positif) dan partikular.
-
Keputusan O:
Keputusan negatif dan partikular.
-
Luas Predikat
-
Keputusan disebut universal, partikular, dan singular. Apabila luas subyeknya universal, partikular, dan singular. Di samping luas subyek, perlulah juga diperhatikan luas predikat. Ada ketentuan yang menyangkut luas predikat ini.
-
-
Dalam keputusan afirmatif
Seluruh isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan
dengan isi subyek itu. Seluruh lluas subyek dimasukkan dalam luas
predikat
-
Dalam keputusan negatif
Isi predikat (dalam arti: tidak semua unsurnya) tidak diterapkan pada
subyek atau dipersatukan dengan subyek itu. Seluruh luas subyek tidak
dimasukkan dalam luas predikat. Cont: anjing bukan ayam.
-
Dalam hubungan ini dapatlah disajikan hukum untuk luas predikat itu
-
Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu indiviidu, barang, atau golongan yang tertentu.
-
Dalam keputusan afirmatif, predikat partikular (keucali kalau ternyata singular). Hal ini juga berlaku untuk keputusan afirmatif-partikular.
-
Dalam keputusan negatif, predikat universal (kecuali kalau ternyata singular). Subyek dipisahkan dari predikat dan sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan negatif-partikular.
BAB
V
PEMBALIKAN
DAN PERLAWANAN
1.
Pembalikan
Membalikkan
adalah mengganti subyek dan predikat, sehingga dulunya subyek,
sekarang menjadi predikat, dan yang dulunya subyek, tanpa mengurangi
keputusan itu. Hal ini di mungkinkan oleh kesamaan antara subyek dan
predikat tetapi sering kali tidak sama . karena itu perlulah orang
mengetahui hukum-hukum pembalikan itu
Macam-macam pembalikan yang di sebut pembalikan seluruhnya.
Yang lain di sebut pembalikan sebagainya
-
Pembalikan seluruhnya
Adalah
pembalikan dimana luasnya tetap sama. Pembalikan ini terjadi pada
keputusan E yang menjadi keputusan E dan keputusan I yang menjadi
keputusan I
-
Pembalikan sebagian
Ialah
pembalikan dari keputusan universal menjadi keputusan particular.
Pembalikan ini terjadi pada keputusan A yang menjadi keputusan I dan
keputusan E yang menjadi keputusan O
Hukum-hukum pembalikan.
-
Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi I. Sebab , dalam keputusan alternatif predikat partikular sedangkan subyek universal. Luas predikat lebih besar dari pada luas subyek
Misal:
‘semua kera adalah binatang’ hanya bisa dibalik menjadi ‘beberapa
binatang
adalah kera’.
-
Keputusan E selalu boleh dibalik.
Misal
: ‘semua ayam bukan tikus’ bisa dibalik menjadi ‘semua tikus
bukan ayam’ atau ‘beberapa tikus bukan ayam’.
-
Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagi.
Misal
: ‘Beberapa orang itu sakit’ dapat dibalik menjadi ‘beberapa
yang sakt itu orang’
-
Keputusan O tidak dapat dibalik.
Missal
: ‘ada manusia yang bukan dokter’ tidak dapat dibalik menjadi
‘ada dokter yang bukan manusia’.
Perlawanan
Keputusan
yang berlawanan adalah keputusan yang tidak dapat sama-sama benar
atau tidak dapat sama-sama salah. Perlawanan itu ada hanya
kalau keputusan itu mengenai hal yang sama , tetapi berlawanan
isinya. Artinya kedua keputusan itu mempunyai subyek dan predikat
yang sama tetapi bentuk dan luasnya berbeda, atau baik bentuk maupun
luasnya yang berbeda.
2.1
Kalau
dibandingkan satu sama lain, nampaklah bahwa keputusan-keputusan
berlawanan
1.
Menurut bentuknya. Disebut perlawan ‘kontraris dan’subkontraris’
(A – E; I – O)
2.
Menurut luasnya. Disebut perlawanan ‘altern’ (A – I; E – O)
3.
Baik menurut bentuk maupun luasnya. Disebut perlawanan
‘kontradiktoris’ (A – O; E – I)
Contoh perlawanan
1.
Perlawanan kontradiktoris ( A – O; E – I)
·
jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
·
Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
·
Tidak ada kemungkinan yang ketiga.
Keputusan
–keputusan ini tidak dapat sekaligus benar tetapi juga tidak dapat
sama-sama sah. Dari keempat perlawanan perlawanan inilah yang paling
kuat pernyataan universal dapat di jatuhkan dengan membuktikan
kontradiktrisnya saja.
2.
Perlawan kontraris (A – E)
Jika
yang satu benar, yang lain tentu salah;
Jika
yang satu salah, yang lain dapat benar, tetapi juga dapat salah;
Ada
kemungkinan yang ketiga, yakni keduanya sama salah.
3.
Perlawanan sub kontraris (I – O)
·
Jika yang satu salah, yang lain tentu
benar;
·
Jika yang satu benar, yang lain dapat salah tetapi juga dapat benar;
·
Ada kemungkinan yang ketiga, yakni tidak dapat keduanya sama-sama
salah. Keduanya dapayt sama-sama benar.
4.
Perlawanan subaltern (A – I; E – O)
·
jika yang universal benar, yang particular juga benar;
·
Jika yang universal salah, yang particular dapat benar, tapi juga
dapat salah;
·
Jika yang particular benar, yang universal dapat salah, dapat benar;
·
Jika yang particular salah, yang universal juga salah;
Singkatnya;
kedua-duanya dapat benar, tapi juga dapat salah; mungkin pula
yang satu benar, yang lain salah.
Seluruh
hukum ini dapat disingkat sebagai berikut:
Jika
A benar, maka E salah, I benar dan O salah.
Jika
E benar, maka A salah, I salah dan O benar.
Jika
I benar, maka E salah, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika
O benar, maka A slah, sedangkan baik E maupun I tak pasti.
Jika
A salah, maka O benar, sedangakan baik E maupun I tak pasti.
Jika
E salah, maka I benar, sedangkan baik A maupun O tak pasti.
Jika
I salah, maka A slah, E benar, O benar.
jikaO
salah, maka A benar, E salah, I benar.
BAB
VI
PENYIMPULAN
1. Penyimpulan
adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu dalam dan dengan kegiatan
itu ia bergerak menuju ke pengetahuan yang baru dari pengetahuan yang
telah di milikinya dan berdasarkan pengetahuan yang telag di
milikinya itu.
-
Di sebut ‘ kegiatan manusia’. Karena mencakup seluruh diri manusia meskipun akal budinya yang memegang tampuk pimpinan .
-
Dengan kata ‘ bergerak’ mau di nyatakan perkembangan pikiran manusia
-
Ke pengetahuan yang baru menunjukan tujuan yang mau di capai dalam pemikiran , pengetahuan yang baru itu juga di sebut ke simpulan atau consequens. Hal ini juga menyatakan adanya sesuatu kemajuan, kemajuan itu terletak dalam hal ini : pengetahuan yang baru sudah terkandung dalam pengetahuan yang lama, tetapi belum di mengerti dengan jelas. Dalam pengetahuan yang baru itu barulah di demengerti dengan baik dasar serta sebab suatu kesimpulan di tarik ;
-
Dari pengetahuan yang di miliki menunukan titik pangkal serta dorongan untuk maju , dalam logika hal ini di sebut antecedens ( yang mendahului ) atau praemissae (premis , titik pangkal)
-
Berdasarkan pengetahuan yang telah di milikinya itu menunjukan bahwa antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang lama ada hubungan yang bukan kebetulan. Hubungan ini di sebut konsekuensi ( consequencia) atau hubungan penyimpulan
Baik antecedens
maupun consequens selalu terdiri atas keputusan . keputusan pada
gilirannya terdiri atas term-term . baik keputusan –keputusan maupu
term-term meruapakan materi merupakan materi penyimpulan . sedangkan
hubungan penyimpulan (konsekuensi) meruapakan forma penyimpulan itu
Kesimpulan bisa
lurus bisa tidak lurus atau palsu . ke simpulan itu harus lurus
apabila dan dapat di tarik dari antecedensnya . kesimpulan itu tidak
lurus atau palsu. Apabila tidak ada atau tidak boleh di tarik dari
padanya.
Macam-macam
penyimpulan
Dari
sudut bagaimana terjadinya kita menemukan
-
Penyimpulan yang langsung ( secara intuitif)
Dalam
penyimpulan ini tidak di perlukan pembuktian –pembuktian , secara
langsung di simpulkan bahwa subyek (s) = predikat (p) . hal ini
terjadi pada azas-azas pemikiran (bab IX). Pembalikan dan perlawanan
bab V) ekuivalensi (misalnya : tidak semua orang kurus = beberapa
semua orang kurus = beberapa orang kurus) dan keputusan –keputusan
langsung ( misalnya : ini hijau , budi , dsc).
-
Peyimpulan yang tidak langsung
Penyimpulan
ini di peroleh dengan mengunkan term-an tara (M). dengan term –antara
di berikan alasan mengapa subyek (s) = predikat (p) atau subyek
(s) =/ predikat (p).
2 Juga dapat dilihat dari isi (
benar) dan bentuk lurusnya . kesimpulan pasti benar :
-
Apabila premisnya benar dan tepat . hal ini adalah material penyimpulan
-
Apabila jalan pikiranya lurus jalan pikirannya lurus. Artinya , hubungan antara premis dan kesimpulannya haruslah lurus. Dan inilah sudut formal suatu penyimpulan.
3. Sehubungan dengan ini baiklah di
berikan hukum-hukum yang berlaku untuk segala macam penyimpulan.
Beginilah bunyinya :
-
Jika premis –premis benar , maka kesimpulan juga benar
-
Jika premis-premis salah maka kesimpulan dapat salah tetapi dapat juga kebetulan benar
-
Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah ;
-
Jika kesimpulan benar , maka premis-premis dapat benar tetapi dapat juga salah .
Dengan ini mau di
katakan bahwa :
-
Jika premis-premis benar, tetapi kesimpulan salah , maka jalan pikirannya ( bentuknya) tidak lurus;
-
Jika jalannya (bentuknya ) memang lurus tetapi kesimpulannya tidak benar, maka premis-premisnya salah dari salahnnya kesimpulan dapat di buktikan salahnya premis-premis.
4. Ketika perlawanan subaltern di bicarakan kata
induksi dan dedukasi sudah di singgung sebentar kata ‘induksi’
dan deduksi’ sudah di singgung sebentar. Sekarang kedua kata
itu mau di uraikan sedikit lebih khusus
4.1. Induksi adalah suatu proses yang tertentu. Dalam
proses itu akal budi kita menyimpulkan pentehauan yang umum atau
universal dari pengetahuan yang ‘ khusus’ atau partikular.
(ingatlah akan bedaan antara keputisan ‘universal’ dan keputisan
‘umum ‘. Bab IV).
4.2. Desuksi sebaliknya juga merupakan suatu proses tertentu
dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang lebih
‘khusus’ dari pengetahuan yang lebih ‘ umum’ . yang lebih
khusus itu sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih
umum.
4.3. Induksi dan deduksi selalu berdampingan .keduanya selalu
bersama-sama dan saling memuat. Induksi tidak dapat ada tanpa
deduksi. Deduksi selalu di jiwai oleh induksi . dalam proses
memperoleh ilmu pengetahuan , induksi biasanya mendahuli deduksi .
sedangkan dalam logika biasanya deduksi yang terutama di bicarakan
lebih dahulu. Deduksi di pandang lebih penting untuk latihan dan
perkembangan pikiran
BAB
VII
SILLOGISME
KATEGORIS
-
Sillogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari kedua keputusan (premis-premis) di simpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan premis-premisnya . keeratannya terletak dalam hal ini : jika premis-premisnya benar , dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya juga benar.
2.
Ada dua macam silogisme itu . yang satu di sebut sillogisme kategoris
dan yang lainnya di sebut silogisme hipotesis.
Silogisme
kategoris adalah sillogisme yang premis-premis dan kesimpulannya
berupa keputusan kategoris . sillogisme ini dapat di bedakan menjadi:
-
Sillogisme katagoris tunggal ,karena terdiri atas dua premis
-
Sillogisme katagoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis
Sillogisme
hipotetis adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih
yang berupa keputusan hipotesis. Sillogisme ini juga dapat di bedakan
menjadi
-
Silogisme (hipotesis ) kondisional yang di tandai dengan ungkapan : jika………. (maka)…….
-
Sillogisme (hipotesis) disyugtif yang di tandai dengan ungkapan : atau…………. Atau ……
-
Silogisme (hipotesis) konyugtif yang di tandai dengan ungkapan : tidak sekaligus … dan…
3. Baiklah silogisme kategoris
tunggal di bicarakan secara khusus dahulu .
Sillogisme
kategoris tunggal merupakan bentuk sillogisme yang terpenting .
sillogisme ini terdiri atas tiga term yakni subyek (s) predikat (p)
dan term- antara (m) .
Biasanya
sillogisme ini di bagankan sebagai berikut :
-
Sikap manusia dapat mati M-P
-
Budi adalah manusia S-M
-
Jadi , budi dapat mati S-P
Term major adalah predikat dari kesimpulan term
itu harus terdapat dalam kesimpulan dan salah satu premis , biasanya
dalam premis yang pertama . premis yang mengandung predikat itu di
sebut major. Kemudian term minor adalah subyek dari kesimpulan
. term itu biasanya terdapat dalam premis yang lain, biasanya dalam
premis yang kedua. Premis yang mengandung subyek itu disebut dengan
minor. Dan akhirnya term antara ialaha term yang terdpat dalam
kedua premis tertapi terdapat kesimpulan. Dengan term antara ini
subyek dan predikat di bandingkan satu sama lain. Dengan
demikian subyek dan predikat di persatukan atau di pisahkan satu sama
lain dalam kesimpulan . namun dalam percakapan sehari-sehari dalam
buku –buku atau tulisan, bagan seperti ini tidak selalu nampak
dengan jelas. Sering kali ada keputusan yang tersembunyi . kesulitan
yang sama juga terdapatdalam keputusan . ketika berbicara tentang
keputusan sudah di anjurkan supaya keputusan itu di jabarkan dalam
bentuk logis . dan sekarang juga di anjurkan suapaya pemikiran
–pemikiran di jabarkan dalam bentuk silogisme kategoris. Artinya
dianjurkan supaya di rumuskan sedemikian rupa sehingga titik
pangkalnya serta jalan pikiran yang terkandung di dalamnya terdpat di
perlihatkan dengan jelas untuk itu perlulah
-
Menentukan dahulu kesimpulan mana yang di tarik
-
Mencari apakah alasan yang di sajikan (M)
-
Lalu menyusun sillogisme berdasarkan subyek dan predikat (kesimpulan) serta term – antara (M)
4. Ada hukum-hukum yang
perlu di tepati dalam sillogisme kategoris. Hukum-hukum itu di
bedakan dalam dua kelompok. Kelompok yang satu menyangkut term-term
dan yang lainnya menyangkut keputusan-keputusan .
4.1. Yang menyangkut term-term
1. Sillogisme tidak boleh mengandung lebih atau
kurang dari tiga term
Kurang
dari tiga term berarti tidak ada sillogisme . lebih dari tiga term ,
ketiga term itu hasulah di gunakan dalam arti yang sama tepatnya.
Kalau tidak , hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga
term
Misalnya
: anjing itu menggongong
Binatang itu anjing
Jadi binantang itu menggonggong
2. Term-antara (M) tidak
boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan . hal ini sebenarnya
sudah jelas dari bagan sillogisme. Selain itu masih dapat di jalankan
begini . term antara (M) di maksudkan untuk mengadakan perbandingan
dengan term-term . perbandingan itu terjadi dalam premis-premis .
karena itu term-trem (M) hanya berguna dalam premis-premis saja
3. Term subyek dan predikat dalam
kesimpulan tidak boleh lebih luas dari pada dalam premis-premis .
artinya term subyek predikat dalam kesimpulan tidak bahaya ‘ latius
hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan singkatan dari hukum
sillogisme yang berbunyi : latius hos quam praemissae conclusio
non vult. Isi ungkapan yang panjang sama saja dengan ‘generlisasi’
. baik ‘latius hos’ maupun generalisasi menyatakan
ketidak beresan atau keslahan dalam penyimpulan , yakni menarik
kesimpulan yang terlalu luas . menarik kesimpulan yang tidak
universal padahal yang benar hanyalah kesimpulan dalam bentuk
keputusan yang partikular saja .
Misalnya
: anjing adalah mahluk hidup
Manusia bukan anjing
Jadi manusia bukan mahluk hidup
4. Term
–term (M) harus sekurang –kurangnya satu kali universal . jika
term partikular baik dalam premis major mapun minor mungkin
sekali term – antara itu menunjukan bagian –bagian yang
berkelainan yang berkelainan dari seluruh luasnya.
Kalau begitu term antara tidak lagi berfungsi sebagai term – antara
dan tidak lagi menghubungkan (memisahkan ) subyek dan predikat.
Misalnya
: banyak orang kaya kikir
Budi adalah seorang kaya
Jadi budi kikir
4.2. Yang menyangkut keputusan –keputusan
1. Jika kedua premis (yakni
major dan minor ) sfirmatif atau positif maka kesimpulannya harus
afirmatif atau positif pula.
2. Kedua premis tidak boleh
negatif
Sebab
erm – antara (M) tidak lagi befungsi sebagai penghubung atau
pemisah penghubung atau subyek dan predikat . dalam sillogisme
sekuarang-kurangnya yakni, subyek atau predikat , harus di persamakan
dengan term antara (M) .
Misalnya
: batu bukan anjing
Anjing bukan batu
Jadi anjing bukan binatang
3. Kedua premis tidak boleh
partikular
Sekurang
–kurangnya satu premis harus universal . kalau tidak , hukum
yang di sebut dalam 4,1,3, dan 4,1,4 dilanggar.
Misalnya
: ada orang kaya yang tidak tentram hatinya
Banyak orang jujur tentram hatinya
Jadi orang kaya tidak jujur
4. Kesimpulan harus sesuai
dengan premis yang paling lemah.
Keputusan
partikular adalah keputusan yang lemah di bandingkan dengan keputusan
yang universal . keputusan negaratif adalah keputusan yang ‘lemah’
di bandingkan dengan keputusan yang afirmatif atau positif . karena
itu
- Jika
salah satu premis partikular , kesimpulan juga harus partikular
- Jika
salah satu premis negatif , kesimpulan juga harus negatif
- Jika
salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan juga harus
negatif dan partikular . kalau tidak ada bahaya latius hos lagi
Misalnya
: beberapa anak puteri tidak jujur
Semua anak puteri itu manusia (orang)
Jadi beberapa manusia
(orang) tidak jujur
5. Susunan sillogisme yang lurus
Sillogisme
yang baru di jelaskan tadi merupakan bentuk logis dari penyimpulan .
penyimpulan itu tersusun dari tiga term . tiga term itu adalah subyek
, predikat dan term –antara (M). yang terakhir ini merupakan kunci
sillogisme. sebab , term- antara (M) itulah yang menyatakan mengapa
subyek di persatukan dengan predikat atau di pisahkan dari padanya
dalam ke simpulan. Kemudian , penyampaian juga tersusun dari tiga
keputusan . ketiga keputusan itu adalah premis major , premis minor
dan kesimpulan. Dan akhirnya , ketiga keputusan ini dapat di bedakan
menurut bentuk dan luasnya. Pembedaan ini menghasilkan keputusan A,
keputusan E, keputusan I dan keputusan O .
5.1.Unsur-unsur
yang terdapat di atas dapat di kombinasikan satu sama lain . kalau di
kombinasikan terdapat susunan yang berikut :
- Menurut
tempat term antara (M)
1. M- p
S-
M
S-
P
2. P- M
S-
M
S-
P
S-
P
3. M- P
M-S
S-
P
4. S-P
M-S
S-P
- Setiap
keputusan tadi masih dapat berupa keputusan A,E,I dan O menurut
bentuk dan luasnya . dan kalau semuanya di kombinasikan secara
teoritis di peroleh 64 (bahkan 256) kemungkinan. Tetapi
nyatanya tidak setiap kombinasi menghasilkan susunan sillogisme yang
lurus. Dengan memperhatikan hukum-hukum sillogisme hanya terdapat
kombinasi yang lurus.
susunan yang pertama
M-P
S-
M
S-P
- Susunan
ini merupakan susunan yang paking sempurna dan tepat sekali untuk
suatu eksposis yang positif
- Syarat
itu kombinasi –kombinasi yang mungkin ialah : AAA, EAA,AII dab EIO
(AAI dan EAO tidak lazim di sini )
Misalnya
: AAA : semua manusia dapat mati
- Semua
orang indonesia adalah manusia
- Jadi
semua orang indonesia dapat mati
- (AAI
) : semua
manusia dapat mati
- Semua
orang indonesia dapat mati
- Jadi,
beberapa orang indonesia dapat mati
- EAE
: semua
manusia bukanlah abadi
- Semua
orang indonesia adalah manusia
- Jadi,
semua orang indonesia bukanlah abadi
- EAO
: semua
manusia bukalah abadi
- Semua
orang indonesia adalah manusa.
- Jadi
, bebrapa orang indonesia bukalha abadi
- AH
:
semua anjing menyalak
Bruno adalah anjing
Jadi bruno menyalak
- EIO
: tidak ada seorang manusia pun yang adalah seekor harimau
Beberapa hewan adalah manusia
Jadi beberapa hewan bukanlah harimau
P – M
S – M
S – P
• Susunan ini
tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat
dijabarkan
menjadi susunan yang
pertama.
• Syarat-syaratnya
ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.
• Karena itu
kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO
dan AEO
tidak lazim di
sini).
Susunan yang kedua : P – M
S – M
S – P
· Susunan ini
tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat
dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
· Syarat-syaratnya
ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.
· Karena itu
kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO
dan AEO tidak lazim di sini).
· Misalnya:
EAE : Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua
burung mempunyai sayap.
Jadi,
tidak ada burung yang adalah kucing.
(EAO)
: Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua
burung mempunyai sayap.
Jadi,
seekor burung bukanlah kucing.
AEE
: Semua manusia berakal budi.
Kera
tidak berakal budi.
Jadi,
kera bukanlah manusia.
(AEO)
: Semua manusia berakal budi.
Kera
tidak berakal budi.
Jadi,
seekor kera bukanlah manusia.
EIO
: Semua manusia yang normal bukanlah ateis.
Beberapa
orang Indonesia adalah atheis.
Jadi,
beberapa orang Indonesia bukanlah manusia yang normal.
AOO
: Semua ikan dapat berenang.
Beberapa
burung tidak dapat berenang.
Jadi,
beberapa burung bukanlah ikan.
Susunan yang ketiga : M – P
M – S
S – P
· Susunan ini
tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu
janganlah susunan ini dipakai terlalu sering. Susunan ini juga bias
dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
· Syarat-syaratnya
ialah : premis minor harus afirmatif dan kesimpulan particular.
· Karena itu
kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : AAI, IAI, AII, EAO, OAO dan
EIO.
· Misalnya :
AAI : Semua manusia berakal budi.
Semua
manusia adalah hewan.
Jadi
beberapa hewan berakal budi.
IAI
: Beberapa murid nakal.
Semua
murid adalah manusia.
Jadi,
beberapa manusia (adalah) nakal.
AII
: Semua mahasiswa adalah manusia.
Beberapa
mahasiswa (adalah) pandai.
Jadi,
beberapa manusia (adalah) pandai.
EAO
: Semua manusia bukanlah burung.
Semua
manusia adalah hewan.
Jadi
beberapa hewan bukanlah burung.
OAO
: Beberapa ekor kuda tidak ada gunanya.
Semua
kuda adalah binatang.
Jadi,
beberapa binatang tidak ada gunanya.
EIO
: Tidak ada seorang manusia pun mempunyai ekor.
Beberapa
manusia berbadan kekar.
Jadi,
beberapa orang yang berbadan kekar tidak mempunyai ekor.
Susunan yang keempat : P – M
M – S
S – P
· Susunan ini tidak
lumrah dan hamper tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini
sebaiknya
disingkirkan saja. Susunan ini dengan mudah
dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
· Syarat-syaratnya
ialah :
-
Apabila premis major afirmatif, premis minor harus universal;
-
Apabila premis minor afirmatif, kesimpulan harus particular;
-
Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal.
· Karena
itu kombinasi – kombinasi yang mungkin ialah : AAI, AEE, IAI, EAO
dan EIO (AEO tidak lazim di sini).
● Misalnya:
1. AAI : Semua manusia
adalah hewan. Semua hewan dapat mati. Jadi, beberapa yang dapat mati
adalah manusia.
2. AEE : Semua orang
sombong (adalah) keras kepala. Tidak ada seorang yang keras kepala
pun disenangi orang. Jadi, yang tidak disenangi orang adalah orang
sombong.
3. IAI : Beberapa orang
kaya (adalah) licik. Semua yang licik adalah manusia. Jadi, beberapa
manusia adalah orang kaya.
4. EAO : Tidak ada bangsat
yang disayangi. Semua yang disayangi adalah yang baik tingkah
lakunya. Jadi, beberapa yang baik tingkah lakunya bukanlah bangsat.
5. EIO : Tidak ada
mahasiswa bodoh yang bisa lulus. Beberapa yang lulus (adalah) rajin.
Jadi, beberapa yang rajin bukanlah mahasiswa yang bodoh.
6. (AEO) : Semua yang cinta
akan tanah air Indonesia (adalah) cinta akan pancasila. Tidak ada
seorang pun yang cinta akan Pancasila memprogandakan kekerasan. Jadi,
beberapa orang yang mempropagandakan kekerasan tidak cinta akan tanah
air Indonesia.
Sillogisme
tersusun
Ada beberapa
sillogisme yang disebut sillogisme tersusun. Sillogisme-sillogisme
itu ialah :
Epicherema
Epicherema adalah
sillogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung
dengan pembuktiannya. Sillogisme ini juga disebut sillogisme dengan
suatu premis kausal.
Misalnya : Setiap
pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani
mengerjakan hal-hal yang mengatasi tuntutan kewajibannya.
Jendral Sudirman
adalah seorang pahlawan. Jadi, Jendral Sudirman adalah agung.
Enthymema
Enthymema adalah
sillogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulannya dilampaui.
Juga disebut sillogisme yang dipersingkat.
Misalnya : Jiwa
manusia adalah rohani. Jadi, tidak akan mati.
Kalau dijabarkan
menjadi sillogisme yang lengkap, sillogisme itu tersusun begini :
Yang rohani itu
tidak dapat (akan) mati.
Jiwa manusia adalah
rohani.
Jadi, jiwa manusia
tidak dapat (akan) mati.
Polysillogisme
Polysillogisme
adalah suatu deretan sillogisme. Sillogisme itu dideretkan sedemikian
rupa, sehingga kesimpulan sillogisme yang satu menjadi premis untuk
sillogisme yang lainnya.
Misalnya : Seorang,
yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya, merasa tidak
puas.
Seorang yang rakus,
adalag seorang yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya.
Jadi, seorang yang
rakus merasa tidak puas.
Seorang yang kikir
adalah seorang yang rakus.
Jadi, seorang yang
kikir merasa tidak puas.
Budi adalah seorang
yang kikir.
Jadi, Budi merasa
tidak puas.
Sorites
Sorites adalah suatu
macam polysillogisme, suatu deretan sillogisme-sillogisme itu terduri
atas lebih dari tiga keputusan. Keputusan-keputusan itu dihubungkan
satu sama lain sedemikian rupa, sehingga predikat dari keputusan yang
satu selalu menjadi subyek dari keputusan yang pertama dihubungkan
dengan predikat keputusan yang terakhir.
Misalnya : Orang
yang tidak mengendalikan keinganannya, menginginkan seribu satu macam
barang.
Orang yang
menginginkan seribu satu macam barang, banyak sekali kebutuhannya.
Orang yang banyak
sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.
Jadi, orang yang
tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.
BAB
VII
SILOGISME
HIPOTESIS
1.1.
Silogisme
Hipotesis adalah
argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan
premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau
mengingkari terem antecindent atau terem konsecwen premis mayornya .
Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun
primis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem
predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term
subyek pada konklusi.
Keputusan
tradisional adalah hubungan antara antecedens dan consequensnya .
karena itu keputusan tradisonal benar. Kalau hubungan bersyarat
yang di nyatakan di dalamnya benar keputusan itu salah, kalau
hubungan itu tidakbenar.
1.2.
Selanjutnya
di sini di sajikan hukum-hukum silogisme (hipotesis )
tradisonal itu bunyinya :
-
Kalau antecedensnya benar ( dan hubungannya lurus ) maka consequens (kesimpulan) nya juga benar
-
Kalau consequens (kesimpulan) salah (dan hubungannya lurus), maka atecendensnya juga salah
Artinya
premis major sesuatu sillogisme kondisional merupakan sesuatu
keputusan tradisonal yang benar contohnya berbunyi ‘ jika
hujan , aku tidak pergi .
2
silogisme hipotesis
Silogisme
ini adalah
silogisme
yang premis major terdiri dari keputusan disyungtif . premis
minor mengakui atau memungkiri salah satu kemungkinan yang
sudah di sebut dalam premis major. Kesimpulan mengandung
kemungkinan yang lain . kesimpulan mengandung yang lain.
2.1.
Silogisme
(hipotesis ) disyungtif dalam arti yang sempit.
Sillogisme
ini hanya mengandung dan kemungkinan , tidak lebih
dan tidak kurang. Keduanya tidak dapat benar. Tidak ada
kemungkinan yang ketiga.
Misalnya
: ia masuk atau tidak m masuk ( = tinggal di luar )
Ia
masuk
Jadi
, ia tidak masuk (= tidak tinggal di luar)
2.2.
Sillogisme
(hipotesis ) disyungtif dalam arti yang luas .
Dalam
sillogisme ini terdapat dua kemungkinan yang harus di
pilih tetapi kemungkinan ini dapat sama-sama benar juga .
jika kemungkinan yang lain mungkin benar juga . jika
kemungkinan yang satu benar . kemungkinan yang lain benar juga.
Misalnya
: dialah yang pergi atau saya (premis major disyungtif dalam
arti yang luas )
2.3.
Sillogieme
( disyungtif) dalam arti sempit nampak dalam dua corak.
-
Corak
yang satu ialah mengakui satu bagian disyungsi dalam premis minor.
Bagian yang lainnya di mungkiri dalam kesimpulan.
Misalnya
: mobil kita diam atau bergerak ( tidak diam)
Karena
diam , jadi tidak bergerak ( tidak tidak diam)
-
Sillogisme (hipotetis) konyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan konyungtif. Keputusan konyungtif adalah keputusan di mana persesuaian beberapa predikat untuk satu subyek disangkal. Supaya keputusan itu sungguh konyungtif dituntut supaya antara predikat ada perlawanan.
Misalnya: 'Budi tidak mungkin sekaligus bergerak dan beristirahat'.
Sillogisme ini bisa nampak dalam dua kemungkinan:
1.Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif.
Artinya, premis minor afirmatif dan kesimpulannya negatif.
Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
Kartu itu putih.
Jadi, kartu itu bukan hitam.
2. Kemungkinan yang kedua disebut negatif-afirmatif.
Artinya, premis minor negatif dan kesimpulannya afirmatif.
Misalnya : Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
Kartu itu tidak putih.
Jadi, kartu itu hitam.
Ada hukum yang mengatur sillogisme (hipotetis) konprngtif ini. Hukum itu didasarkan atas hukum perlawanan kontraris (A - E):
Jika yang satu benar, yang lain tentu salah. Jika yang satu salah, yang lain tidak pasti benar (artinya: dapat benar, tetapi juga dapat salah). Dan masih ada kemungkinan yang ketiga, yakni kedua-duanya sama-sama salah. Karena itu, kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) benar, maka yang lain pasti salah. Dan kalau yang satu (premis minor sillogisme hipotetis konyungtif) salah, maka yang lainnya tidak pasti benar (dapat benar, tetapi juga dapat salah). Karena itu kemungkinan yang pertama (afirmatif-negatif) membuahkan kesimpulan yang tepat, benar. Sedangkan kemungkinan yang kedua (negatif-afirmatif) tidak menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar. Namun kalau kedua keputusan (hipotetis) konyungtif merupakan perlawanan kontradiktoris, maka semua kemungkinan menghasilkan kesimpulan yang tepat, benar.
Misalnya : Mobil kita tidak mungkin sekaligus bergerak dan diam.
Mobil kita tidak diam.
Jadi, mobil kita bergerak.
4. Dilemma
Dilemma dalam arti yang sempit merupakan suatu pembuktian.
Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Di dalamnya dibuktikan bahwa dari setiap kemungkinan niscaya ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki.Dengan demikian 'lawan' dipojokkan. Pemojokan itu terjadi dengan merrgladupkannya pada suatu alternatif' Tetapi setiap alternatif menjurus kepada kesimpulan yang sama'
Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan sillogisme
(hipotetis) disyungtif. Baik sillogisme (hipotetis) disyungtif maupun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif. Namun kedua juga berbeda satu sama lain. Prosedur dilemma berbeda dari prosedur silogisme (hipotetis) disyungtif. Premis minor dilemma menunjukkan bahwa bagian mana pun yang dipilih oleh 'lawan', 'lawan' itu tetap salah. Padalal dalam sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit hanya ada satu kemungkinan saja yang benar. Tidak dapat kedua duanya benar. Pilihan menentukan mana bagian yang benar mana bagian yang tidak benar.
Dalam arti yang luas, dilemma berarti setiap situasi di mana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak ini menyebabkan pilihan menjadi sukar.
Hukum-hukum dilemma dalam arti sempit :
1.
Keputusan disyungtif haruslah lengkap atau utuh. Artinya semua
kemungkinan harus disebut. Tiap-tiap bagan harus sungguh selesai,
habis atau tuntas sehingga tidak ada kemungkinan Yang lain lagi.
2. Konsekuensinya haruslah lurus. Artinya haruslah disimpulkan secara lurus dari tiap-tiap bagian.
3. Kesimpulan yang lain tidak mungkin, Artinya, kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.
2. Konsekuensinya haruslah lurus. Artinya haruslah disimpulkan secara lurus dari tiap-tiap bagian.
3. Kesimpulan yang lain tidak mungkin, Artinya, kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.
Bab
IX
AZAS
AZAS PEMIKIRAN
Azas-azas ini merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Selain menjadi dasar, azas-azas pemikiran juga merupakan azas-azas yang dengan sendirinya terang sekali. Hal ini sudah nampak ketika penyimpulan langsung dibicarakan. Yang dimaksudkan dengan azas ialah sesuatu yang mendahului. Juga dapat dikatakan titik pangkal dari mana sesuatu muncul dan dimengerti.
Sedangkan azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti. Juga disebut pengetahuan yang menunjukkan mengapa pada umumnya kita dapat menarik suatu kesimpulan.
1. Azas-azas pemikiran itu dapat dibedakan menjadi azas-azas primer dan azas-azas sekunder.
Azas-azas primer.
Azas ini mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak tergantung pada azas-azas yang lain. Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika. Azas-azas ini dibedakan menjadi:
1. Azas identitas (principium identitatis)
Azas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Azas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda lainnya, arau benda itu adalah benda itu dan bukan benda lainnya. Dalam logika pernyataan ini berarti: apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan iru juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpulan yang ditarik dari padanya dimungkiri, hal itu menyatakan bahwa pengakuan tadi dibatalkan lagi. Tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri.
2. Azas kontradiksi (principium contradictionis)
Azas ini merupakan perumusan negatif dari azas identitas. Dalam logika hal ini berarti: menaati azas identitas dengan menjauhkan diri dari kontradiksi. Atau, tidak boleh membatalkan atau memungkiri begitu saja sesuatu yang sudah diakui.
3. Azas-penyisihan-kemungkinan-yang ketiga (principium tertii exclusi)
Azas ini menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada. Artinya, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antaranya salah. Sebab, keputusan yang satu merobohkan keputusan lainnya. Tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar atau sama-sama salah.
4. Azas-alasan-yang mencukupi (principium rationis sufficientis).
Azas ini menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Bukan hanya sesuatu tetapi segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Segala sesuatu itu dapat dimengerti. Tetapi janganlah memperluas penerapan azas ini pada semua yang ada. Penerapan itu juga tidak boleh dikenakan pada sesuatu yang hanya satu saja. Sebab tidak semua kenyataan dapat dimengerti dengan cara yang memadai. Pikiran manusia sangat terbatas.
Juga masih ada lagi azas yang disebut azas-azas sekunder
Azas-azas ini merupakan pengkhususan dari azas-azas primer tadi. Azas-azas ini dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.
1. Dari sudut isinya terdapat:
- Azas kesesuaian (principium convenientiae).
- Azas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Salah satu dari antaranya sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga sama dengan hal yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika S : M, dan M : P, maka S : P
(dengan catatan bahwa S dan P di sini dihubungkan satu sama lain dengan satu M).
Azas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae)
Azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama2. Tetapi salah satu dari antaranya tidak sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama dengan yang ketiga tadi.
Misalnya : Jika A = B, tetapi B ≠ C, maka A ≠ C.
2. Dan dipandang dari sudut luasnya, terdapat:
- Azas dikatakan tentang semua (principium dictum de omni). Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh lingkungan suatu pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua bawahannya.
- Azas-tidak dikatakan tentang mana pun juga (principium dictum de nullo). Apa yang secara universal tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subyek), juga tidak dapat diterapkan pada semua bawahannya.
3. Azas-azas ini tidak bisa tidak mempunyai konsekuensinya. Konsekuensinya menyentuh baik penyimpulan pada umumnya, maupun penyimpulan 'modal'.
Untuk penyimpulan pada umumnya
1. Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarik kesimpulan yang benar.
2. Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan). Sebaliknya, tidak pasti.
3.2. Untuk penyimpulan 'modal'
1. Premis yang mutlak juga menghasilkan kesimpulan yang mutlak. Tetapi kesimpulan yang mutlak dapat berasal dari premis-premis yang mutlak atau yang 'kebetulan';
2. Premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atau salah;
3. Dari 'ada'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'mungkin'-nya. Sebaliknya (dari 'mungkin'nya ke 'ada'nya), tidak boleh;
4. Dari 'tidak-mungkin'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'tidak-ada'nya. Sebaliknya (dari 'tidak ada'nya ke 'tidak mungkin'nya), tidak boleh.
1. Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan consequens (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarik kesimpulan yang benar.
2. Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan consequens (kesimpulan). Sebaliknya, tidak pasti.
3.2. Untuk penyimpulan 'modal'
1. Premis yang mutlak juga menghasilkan kesimpulan yang mutlak. Tetapi kesimpulan yang mutlak dapat berasal dari premis-premis yang mutlak atau yang 'kebetulan';
2. Premis yang mustahil dapat menghasilkan kesimpulan yang benar atau salah;
3. Dari 'ada'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'mungkin'-nya. Sebaliknya (dari 'mungkin'nya ke 'ada'nya), tidak boleh;
4. Dari 'tidak-mungkin'nya boleh ditarik kesimpulan tentang 'tidak-ada'nya. Sebaliknya (dari 'tidak ada'nya ke 'tidak mungkin'nya), tidak boleh.
0 komentar:
Posting Komentar