Selasa, 27 September 2016



Epistemologi berasal dari kata episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu). Kata episteme berarti cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Secara sederhana epistemologi berarti ilmu tentang pengetahuan (theory of knowledge). Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :
  • Empirisme : cara memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
    Tokoh empirisme adalah John Locke. Ia mengemukakan bahwa seorang bayi yang baru lahir adalah sebuah catatan kosong (tabula rasa) yang kelak di dalamnya akan dicatat pengalaman-pengalaman inderawi
  • Rasionalisme : sumber pengetahuan adalah akal, pengalaman hanya dianggap sebagai perangsang bagi pikiran.
  • Fenomenalisme : menganggap penganut empirisme benar dan penganut rasionalisme juga benar, meski keduanya hanya benar sebagian.
    Bapak fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Ia menganggap bahwa sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu, kita hanya mempunyai pengertian akan sesuatu seperti yang nampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
Epistemologi memiliki sifat-sifat, yaitu :
  • Secara kritisàmempertanyakan/menguji cara kerja, pendekatan, kesimpulan yg ditarik dlm kegiatan kognitif manusia
  • Secara normatif àmenentukan tolok ukur/norma penalaran tentang kebenaran pengetahuan
  • Secara evaluatif à menilai apakah suatu keyakinan,pendapat suatu teori pength dapat dipertanggungjawabkan dan dijamin kebenarannya secara logis dan akurat
Pengetahuan dapat diperoleh dari beberapa sumber seperti dari pengalaman, ingatan (memory), penegasan tentang apa yang diobservasi (kesaksian), minat dan rasa ingin tahu, penalaran dan pikiran, logika, bahasa, serta dari kebutuhan hidup manusia. Dari logika kita dapat memperoleh pengetahuan karena dengan logika kita dapat berpikir tepat dan logis sehingga pengetahuan bisa tercipta. Bahasa juga menjadi sumber pengetahuan karena dengan bahasa orang dapat mengekspresikan pemikiran-pemikirannya. Sedangkan kebutuhan hidup mendorong manusia agar tercipta IPTEK.
Struktur ilmu pengetahuan memiliki dua kutub yaitu (a) kesadaran / subjek ( S ) à berperan sebagai yang menyadari / mengetahui , (b) objek (O) à berperan sebagai yang disadari / diketahui. Hubungan antara S dan O inilah yang menghasilkan pengetahuan.
Ada 5 teori kebenaran dalam ilmu pengetahuan, yaitu :
  • Teori kebenaran korespondensi : kebenaran terjadi jika subjek yakin bahwa objek sesuai dengan kenyataannya. Sifat teori ini subjektif.
    Contohnya à Saya melihat mobil berwarna hijau dan kenyataannya mobil itu memang berwarna hijau.
  • Teori kebenaran koherensi : kebenaran terjadi apabila ada kesesuaian pendapat dari beberapa subjek terhadap objek.. Sifatnya objektif.
    Contohnya àBeberapa dokter merasa yakin dan benar penyakit itu berasal karena keracunan makanan
  • Teori kebenaran pragmatik : kebenaran terjadi jika sesuatu memiliki kegunaan.
    Contoh : AC berguna untuk mendinginkan ruangan
  • Teori kebenaran konsensus : Terjadi apabila ada kesepakatan yang disertai aturan tertentu.
    Contoh : Beberapa dokter yang menangani Bapak Gubernur sepakat bahwa ia (pasien) harus dioperasi secepatnya karena penyakit usus buntunya sudah parah.
  • Teori kebenaran semantik :Terjadi ketika orang dapat mengetahui secara tepat ocehan anak.


Kebenaran
Di dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar ungkapan: “meskipun kebenaran itu mahal harganya, saya akan tetap menegakkannya” ,”saya rela mati untuk membela kebenaran” atau “saya rela melakukan apapun untuk membela kebenaran”. Pernyataan-pernyataan tersebut menyiratkan bahwa kebenaran itu sangatlah penting dan berharga bagi kita.
Kemudian muncullah pertanyaan: “Tetapi apakah sungguh ada kebenaran itu?” , “ Kalau ada, apakah sesungguhnya kebenaran itu?” , “Apakah kebenaran itu bersifat subyektif, obyektif atau universal?” , “Dapatkah manusia mencapai kebenaran yang obyektif dan universal?” dan “Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa sesuatu itu merupakan kebenaran?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan dibahas satu persatu dalam artikel ini, dimulai dari “Apakah kebenaran itu?”. Kebenaran sebagai sifat pengetahuan disebut kebenaran epistemologis dan lawan dari kebenaran adalah salah. Secara umum, kebenaran biasanya dimengerti sebagai kesesuaian antara apa yang dipikirkan dan atau dinyatakan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Suatu pengetahuan atau pernyataan disebut benar jika sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian, kenyataan menjadi suatu ukuran penentu penilaian.
Bahasa Yunani untuk kebenaran adalah alètheia. Pengertian Plato tentang kebenaran secara etimologi sebagai alètheia berarti “ketaktersembunyiaan adanya” atau “ketersingkapan adanya”. Menurut Plato bahwa selama kita terikat pada “yang ada” dan tidak masuk pada “adanya dari yang ada”, kita belum berjumpa dengan kebenaran, karena “adanya” itu masih tersembunyi. Baru ketika selubung yang menutupi “semua yang ada” itu disingkapkan sehingga terlihat oleh mata batin kita, maka terbukalah “adanya” atau bertemulah kita dengan kebenaran.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles dalam memahami kebenaran lebih memusatkan perhatian pada kualitas pernyataan yang dibuat oleh subyek penahu ketika dirinya menegaskan suatu putusan entah secara afirmatif atau negative. Ada tidaknya kebenaran dalam putusan yang bersangkutan bersifat afirmatif (menegaskan atau mengucapkan) (S itu P) atau negatif (S itu bukan P) itu tergantung pada apakah putusan yang bersangkutan sebagai pengetahuan dalam diri subyek penahu itu sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam hal ini kebenaran dimengerti sebagai kesesuaian antara subyek si penahu dengan obyek yang diketahui.
Menurut kaum Positivisme Logis kebenaran dibedakan menjadi dua, yaitu kebenaran faktual dan kebenaran nalar. Kebenaran faktual adalah kebenaran tentang ada tidaknya secata faktual di dunia nyata sebagaimana dialami manusia (yang biasanya diukur dengan dapat atau tidaknya secara inderawi). Misalnya bumi bulat sebagai pernyataan yang memiliki kebenaran faktual atau tidak, pada prinsipnya bisa diuji kebenarannya berdasarkan pengamatan inderawi. Kebenaran faktual kepastiannya tidak pernah mutlak dan tetap diterima sebagai benar sejauh belum ada alternative pandangan lain yang menggugurkannya.
Kebenaran nalar adalah kebenaran yang bersifat tautologis (pengulangan gagasan) dan tidak menambah pengetahuan baru mengenai dunia, tetapi dapat menjadi sarana yang berdaya guna untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang dunia ini. Kebenaran nalar dapat membantu untuk memperoleh kebenaran faktual. Kebenaran nalar berbeda dengan kebenaran faktual yang bersifat nisbi (hanya terlihat ketika dibandingkan dengan yang lain, tidak mutlak dan relatif) dan mentak (mungkin, belum pasti), sedangkan kebenaran nalar bersifat mutlak dan tidak niscaya (tentu, pasti).
Selain kedua jenis kebenaran yang diungkapkan oleh kaum Positivis Logis, mengikuti Thomas Aquinas, maka kebenaran dibedakan menjadi dua, yaitu kebenaran ontologis (Veritas Ontologica) dan kebenaran logis (Veritas Logis). Kebenaran ontologism merupakan kebenaran yang terdapat dalam kenyataan, entah spiritual atau material, yang meskipun ada kemungkinan untuk diketahui. Kebenaran logis sebagai kebenaran yang terdapat dalam akal budi manusia si penahu, dalam bentuk adanya kesesuaian antara akal budi dengan kenyataan.
Kedudukan kebenaran pengetahuan dalam pandangan Platonis lebih diletakkan dalam obyek atau kenyataan yang diketahui sedangkan Aristotelian dalam subyek yang mengetahui. Kedudukan kebenaran dalam tradisi Aristotelian lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Bagi manusia sebagai makhluk yang terbatas, kebenaran sebagai ketersingkapnya kenyataan sebagaimana adanya dan itu ternyata tidak dapat disaksikan secara sekaligus dan menyeluruh.
Kekeliruan perlu dibedakan dengan kesahihan. Kekeliruan adalah segala sesuatu yang menyangkut tindakan kognitif subyek penahu, sedangkan kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Kekeliruan dapat dikarenakan gegabah dalam menegaskan putusan tentang suatu perkara.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjaidnya kekeliruan misalnya:
  1. Sikap terburu-buru dan kurang perhatian dalam salah satu tahap atau keseluruhan proses kegiatan mengetahui
  2. sikap takut salah yang keterlaluan atau sebaliknya sikap terlalu gegabah dalam melangkah. Sikap yang pertama menyebabkan orang menganggap belum cukup bukti untuk dapat menerima kebenaran padahal sebenarnya sudah cukup, sedangkan sikap yang kedua terlalu cepatr merasa cukup menegfaskan benar atau salah, padahal belum cukup bukti.
  3. Kerancuan atau kebingungan akibat emosi, frustasi, perasaan yang entah mengganggu konsentrasi atau membuat kurang terbuka terhadap bukti-bukti yang tersedia.
  4. Prasangka dan bias-bias, baik individu maupun sosial.

Keliru dalam penalaran atau tidak mematuhi aturan-aturan logis.

Related Posts:

  • Pertemuan ke - 4 EPISTEMOLOGI EPISTEMOLOGI Epistemologi berasal dari kata episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu). Kata episteme berarti cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Secara se… Read More
  • Tugas Logika 2. Pembagian (penggolongan) dan definisi 2.1 + Menurut masanya, musim di Indonesia dibagi menjadi: a)    Musim menanam              &n… Read More
  • Pertemuan ke-3 : METAFISIKA Metafisika Etimologis: meta ta physika = sesudah fisika. Istilah Andronikos dari Rhodes untuk 14 buku Aristoteles yg ditempatkan sesudah fisika (8 buku). Aristoteles sendiri menyebut filsafat pertama (metafisika) da… Read More
  • Kegiatan Belajar Mengajar Mata Kuliah Filsafat  Hari Senin pagi, tanggal 15 Agustus 2016 adalah hari bagi kami, mahasiswa baru memulai kegiatan perkuliahan semester satu. Kegiatan perkuliahan diawali dengan mata kuliah filsafat. Tentu pada setiap awal perkuliah… Read More
  • Pembuatan Mindmap Filsafat berasal dari bahasa yunani yang berarti sahabat pengetahuan. Sebagai mahasiswa psikologi kami diwajibkan untuk mempelajari filsafat karena filsafat merupakan induk dari semua pengetahuan. Untuk lebih mengen… Read More

0 komentar:

Posting Komentar

Nama-Nama Anggota Hegel

1. Caitlin Anindya A (705160001)
2. Adinda Citra (705160003)
3. Nathanael Osbert (705160010)
4. Meliani Arifin (705160011)
5. Nicolas Tendean (705160015)
6. Stevanie Laurens (705160047)
8. Grace Amelia (705160050)
9. Andelisa Balqis Kharunnisa (705160223)
10. Victoria Irwin (705160024)

Welcome

Kita adalah kelompok Hegel, terdiri dari 10 Mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Bersama akan meliputi semua kegiatan belajar mengajar mata kuliah Filsafat. نحن نعمل فى الظلام لنخدم النور -Assassin Creed

Popular Posts